Berita Pangandaran, (harapanrakyat.com),- Warga Desa Cikalong, Kecamatan Sidamulih, Kabupaten Pangandaran setiap memasuki bulan Muharam selalu menggelar tradisi Ngabuku Taun. Kegiatan yang berlangsung sejak pagi sekitar pukul 08.00 WIB ini berlangsung hampir di semua RW yang ada di Cikalong.
Erik Krisnayudha, budayawan Pangandaran yang juga Camat Cigugur, mengatakan, tradisi turun temurun tersebut memang belum diketahui asal muasalnya. Akan tetapi, hampir setiap memasuki bulan Muharam selalu digelar warga sebagai rasa syukur kepada Tuhan atas limpahan rizki serta hasil pertanian yang melimpah.
Menurutnya, tradisi Ngabuku Taun tidak bisa dilepaskan dari keberadaan lumbung persatuan yang dulu bernama lumbung paceklik. Lumbung tersebut merupakan tempat penyimpanan padi yang digunakan warga hasil pengumpulan saat panen tiba dan akan dikeluarkan ketika sedang paceklik.
“Lumbung Paceklik ini menunjukkan eksistensi masyarakat yang guyub, gotong royongnya tinggi di mana mereka saling tolong menolong,” jelasnya kepada Koran HR.
Semua lalu lintas harta pada lumbung persatuan tersebut, lanjut Erik, dipertanggungjawabkan oleh pengurus lumbung pada saat Ngabuku Taun, hal ini semacam rapat anggota tahunan di dalam koperasi. Dalam tradisi ini, kata Erik, bukan hanya sekedar memiliki nilai gotong royong tinggi, akan tetapi juga memiliki nilai budaya yang tinggi, yakni nilai saling percaya dan menjunjung tinggi suatu kepercayaan. Pasalnya, jika nilai kepercayaan itu diselewengkan, maka akan menjadi aib berkepanjangan.
“Perkembangan tradisi ini sekarang lebih menjurus seperti Rapat Rukun Warga yang mana di luar kepentingan birokrasi pemerintahan yang mana tanpa komando birokrasi. Sementara itu, dalam tradisi ini juga bisa menjadi forum untuk membahas apa saja yang berkaitan dengan kepentingan warga dan lingkungannya,” imbuh Erik.
Dalam tradisi ini, lanjut Erik, biasanya diadakan acara makan bersama yang diikuti oleh seluruh warga dan tamu yang datang. Bahkan, jika lumbung persatuannya memiliki aset banyak, maka akan ada yang memotong domba untuk hidangan.
“Jadi, tradisi ini bisa dikatakan sebagai cikal bakal koperasi di masyarakat petani yang perlu dipertahankan,” pungkasnya. (Ntang SR/Koran HR)