Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),- Ada pemandangan aneh apabila berkunjung ke sekitar lokasi kolam Cikawali yang berada di areal situs Astana Gede Kawali, Kecamatan Kawali, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Betapa tidak, di sekitar kolam itu banyak ditemukan celana dalam wanita, baik yang nyangkut di pohon ataupun berserakan di tanah. Ternyata, celana dalam itu milik para peziarah yang dibuang usai menggelar ritual mandi di kolam Cikawali.
Menurut Budayawan Ciamis yang juga warga di Astana Gede Kawali, Fahmy Husnulyaqin, banyak peziarah wanita yang melakukan ritual mandi di kolam Cikawali. Mereka meyakini bahwa kolam yang airnya disuplai dari sumber mata air ini dulunya sering digunakan tempat mandi oleh Diah Pitaloka Citra Resmi yang merupakan puteri dari Raja Kerajaan Galuh.
“Diah Pitaloka ini terkenal dengan kecantikannya. Bahkan, dia sempat dinginkan oleh Hayam Wuruk dari Kerajaan Majapahit untuk dipersunting menjadi istrinya. Namun, pernikahan keduanya batal menyusul terjadinya tragedi perang bubat yang menjadi sejarah kelam dalam perjalanan Kerajaan Galuh dan Majapahit,” ujarnya, Kamis (05/09/2018).
Karena dulunya tempat mandi Diah Pitaloka, membuat kolam Cikawali diburu para peziarah wanita. Namun, wanita yang mandi di kolam itu, kebanyakan mereka yang memiliki problem dalam kehidupannya atau berharap wajahnya ingin menjadi cantik dan menarik.
Entah bagaimana awalnya, setiap peziarah wanita usai melakukan ritual mandi di kolam tersebut, pastinya langsung melempar celana dalamnya. Celana dalam yang dilempar, bukan yang baru. Justru yang sudah dipakainya. Ritual lempar celana dalam itu sebagai simbol membuang sial dan berharap keberuntungan dalam kehidupannya.
Saat ritual membuang celana dalam, ternyata ada tata cara dan tidak sembarang melempar. Ritual mandi biasanya dilakukan malam hari. Seusai mandi, kemudian peziarah harus melemparkan celana dalam bekas pakainya ke arah belakang dari posisi dia berdiri. Posisi berdirinya bebas, bisa dari arah mana saja. Ritual itu sering dilakukan pada malam rabu atau malam jum’at.
“Pada malam rabu dan malam jum’at memang banyak peziarah dari Jawa Tengah. Jadi, kalau hari rabu atau jum’at paginya datang ke sekitar area Cikawali, pasti banyak ditemukan celana dalam yang nyangkut di pohon ataupun berserakan di tanah,” ujarnya.
Meski mitos itu sudah ada sejak lama, kata Fahmi, namun warga sekitar di Astana Gede tidak ada yang melakukan dan mempercayai ritual mandi dan lempar celana dalam. Justru ritual itu dilakukan oleh peziarah yang kebanyakan berasal dari Jawa Tengah.
“Ritual itu sudah menjadi mitos dan sudah ada sejak dulu. Bahkan, para sesepuh di sini pun tidak ada yang mengetahui secara pasti awal mula adanya ritual lempar celana dalam. Makanya, untuk dihilangkan juga susah, karena ritual itu sudah berlangsung sejak dulu,” ujarnya.
Agar tidak merusak keindahan areal situs, kata Fahmi, petugas pengelola Astana Gede rutin melakukan bersih-bersih celana dalam. “Apalagi kalau peziarahnya lagi banyak, pasti celana dalam yang ditemukan juga banyak. Celana dalam yang nyangkut di pohon atau berserakan di tanah kalau sudah banyak dibersihkan dan kemudian dikubur dalam tanah,” ujarnya.
Pihak pengelola situs pun, kata Fahmi, selalu memberikan peringatan kepada peziarah yang mandi di kolam Cikawali agar tidak sembarang arah saat melempar celana dalam. Biasanya peziarah diarahkan agar melempar celana dalamnya ke arah pohon bambu atau areal semak belukar.
“Yang penting jangan dilempar ke area yang sering digunakan untuk berjalan kaki. Karena akan merusak keindahan area situs,” ujarnya. (Her2/R2/HR-Online)