Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),-Melambungnya harga telur ayam di pasaran ternyata diakibatkan dari banyak faktor, diantaranya kenaikan harga pakan dan turunnya jumlah produksi di tingkat peternak. Kondisi itu membuat para peternak terpaksa harus menaikan harga jualnya. Seperti di Kabupaten Ciamis, sebagai daerah sentra telur di Priangan Timur, Jawa Barat, harga telur di tingkat peternak kini sudah mencapai Rp 27.000 per kilogram dari sebelumnya Rp.23.000 per kilogram.
Meski harga telur melambung, namun tidak membuat peternak berlimpah untung. Karena, selain harga pakan mengalami kenaikan yang cukup signifikan, juga adanya kebijakan dari pemerintah yang membatasi pasokan bibit ayam atau DOC. Akibatnya, produksi telur di peternak mengalami penurunan sekitar 25 persen.
Ketua Paguyuban Peternak Ayam Petelur Ciamis (P2APC), Ade Kusnadi atau yang akrab disapa Akaw, mengungkapkan, penyebab kenaikan harga telur dipengaruhi oleh dua hal utama, yakni naiknya harga pakan yang dipengaruhi nilai tukar rupiah dan adanya kebijakan pemerintah terkait pembatasan bibit ayam atau DOC.
“Selain itu, kenaikan harga telur juga sedikit dipengaruhi hukum pasar, dimana saat ini permintaan tengah meningkat, sementara ketersedian barang sedang menurun. Faktor pengurangan 9,5 persen DOC beberapa waktu lalu sangat berpengaruh terhadap ketersedian telur. Karena populasi ayam petelur kini jumlahnya menjadi berkurang,” ujarnya, Minggu (15/07/2018).
Faktor cuaca dingin yang saat ini tengah terjadi, lanjut Akaw, juga turut menyumbang berkurangnya produksi telur. Menurutnya, tak sedikit peternak yang mengeluh akibat ternak ayam petelurnya diserang penyakit. “Dari serangan penyakit ini, tak sedikit peternak yang produksinya menurun. Biasanya tingkat produksi telur di peternak rata-rata mencapai 90 persen. Tapi kini turun menjadi 85 hingga 80 persen,”ujarnya.
Menurut Akaw, faktor utama yang menyebabkan harga telur naik, yakni dari meningkatnya harga pakan. Peternak, kata dia, tidak mungkin berani mengurangi pakan. Karena apabila pakan dikurangi, akan berdampak buruk terhadap pertumbuhan ayam. Dengan begitu, tambah dia, tak ada jalan lain selain menaikan harga jual telur.
“Produksi telur di Ciamis memang lumayan besar. Dalam satu hari mencapai 50 ton. Namun saat ini menurun hanya sampai 40 ton per hari,” ujarnya.
Produksi telur Ciamis, kata Akaw, tak hanya memasok kebutuhan di Ciamis saja, tetapi juga memasok kebutuhan untuk Tasikmalaya, Banjar, Pangandaran, Bandung hingga Jakarta.
“Permintaan telur kepada peternak Ciamis untuk memasok kebutuhan ke berbagai daerah sebenarnya cukup tinggi. Malah kalau hitung-hitungan belum mampu memasok seluruh permintaan. Makanya, usaha ternak ayam petelur di Ciamis cukup menjanjikan, karena pasarnya sudah jelas. Kami pun dari paguyuban terus mendorong agar masyarakat Ciamis yang berternak ayam petelur semakin bertambah,”ungkapnya.
Namun begitu, lanjut Akaw, peternak di Ciamis kini khawatir produksi telur nasional turun dan harga terus melambung. Dengan kondisi itu, kata dia, bisa saja sewaktu-waktu masuk telur impor ke Indonesia.
“Saat ini sudah pasar bebas. Telur impor tidak menutup kemungkinan masuk ke Indonesia. Kalau itu terjadi, keberadaan peternak lokal akan terancam. Kami berharap pemerintah membantu menyetabilkan harga pakan untuk menormalkan harga jual telur di pasaran,”ujarnya. (Her2/R2/HR-Online)