Berita Banjar, (harapanrakyat.com),- Jalur Kereta Api Banjar-Cijulang merupakan jalur kereta api yang penuh kenangan semasa jayanya dulu. Jalur rel yang menghubungkan Stasiun Banjar dengan Stasiun Cijulang itu memiliki panjang sekitar 82,2 Kiometer.
Dulu, saat menaiki kereta api “Si Kuik,” para penumpang disuguhi panorama alam yang sangat indah, mulai dari pemandangan daerah pegunungan hingga indahnya hamparan laut Selatan.
Namun sayang, sekitar tahun 80-an jalur yang berada di bawah kendali Daerah Operasi (Daop) II Bandung itu ditutup. Sejak ditutupnya jalur tersebut, banyak rel berikut bantalannya hilang.
Menurut Suwardi (54), salah seorang warga Desa Binangun, Kecamatan Pataruman, Kota Banjar, bahwa jalur rel yang hilang itu diduga akibat dicuri orang, dan itu terjadi sejak tahun 90-an.
“Kalau tidak salah jalur rel kereta api Banjar-Cijulang ini ditutup tahun 1982, dan sejak ditutup itulah tangan-tangan jahil manusia mulai berulah. Diduga mereka mencuri rel kereta api dengan cara berkelompok,” tutur Suwandi, kepada Koran HR, Senin (26/03/2018).
Senada dikatakan Ardi (44), warga Banjar lainnya. Menurut dia, selain rel, pencurian juga terjadi pada material sejumlah jembatan kereta api. Di mana setiap besi jembatan yang berada di jalur kereta api Banjar-Cijulang ikut raib.
“Kemudian selain rel dan jembatan kereta api, kini di sepanjang jalur rel tersebut juga banyak bangunan permanen milik warga yang berdiri di atas tanah milik PT KAI. Seperti di wilayah Sumanding Kulon, tepatnya di RT 1/19, Kelurahan Mekarsari, Kecamatan Banjar. Di sana ada sekitar 50 unit bangunan permanen berdiri di atas tanah milik PT KAI. Bahkan, diantara bangunan itu ada yang berdiri di atas rel mati,” terang Ardi.
Tokoh pemuda setempat, Oji Fauzi (40), menyebutkan, sejak tahun 2007, seluruh bangunan yang berdiri di atas tanah milik PT KAI sepanjang 2 Kilometer itu telah menempuh perjanjian hak guna pakai antara warga dengan pihak PT KAI.
“Setiap satu kepala keluarga, warga di sini membayar iuran ke bagian aset PT KAI sebesar 600.000 rupiah per tahun, tergantung besar dan kecilnya bangunan tersebut,” ungkap Oji. (Hermanto/Koran HR)