Berita Banjar, (harapanrakyat.com).-
Data makro kemiskinan Kota Banjar tahun 2015 tercatat sekitar 15 ribu jiwa berada dalam garis kemiskinan, atau sekitar 7,6 persen dari jumlah penduduk sebanyak 196.563 jiwa. Kondisi ini kembali menjadikan salah satu sorotan dalam Musyawarah Rencana Pembangunan Tingkat Kota (Musrenbangkot) Banjar 2019, yang digelar di Aula Setda, Kamis (08/03/2018).
Ditemui usai kegiatan, Plt. Walikota Banjar, H. Darmadji Prawirasetia, mengatakan, di tahun 2015, prosentase angka kemiskinan di Kota Banjar meningkat sekitar 7,6 persen. Hal itu dipengaruhi seiring terjadinya inflasi yang cukup tinggi.
“Pada waktu itu ada kenaikan berbagai harga kebutuhan pokok, seperti tarif listrik, BBM, sembako, dan sebagainya. Makanya dampaknya jelas identik pada bertambahnya kemiskinan, atau banyak orang tak mampu,” terangnya.
Namun, lanjut Darmadji, patut bersyukur pula karena sekarang ini angka kemiskinan bisa dikatakan menurun menjadi sekitar 7 persen. Kedepan pihaknya berharap angka kemiskinan bisa kembali menurun, sesuai target di tahun 2019 mendatang, yakni 0,5 persen.
“Ya harapan kami di 2019, tercapai penurunan kemiskinan sebesar 0,5 persen. Itu pun artinya kalau tidak ada kebijakan pusat yang tak terkendalikan oleh TPID Kota Banjar. Misal, adanya kebijakan pusat untuk menaikkan tarif listrik, BBM, dan sembako. Itu kan dampaknya besar dan di luar kendali daerah. Apapun operasi pasar dilakukan daerah, tak akan berpengaruh signifikan,” jelasnya.
Menurut Darmadji, untuk mencapai penurunan angka kemiskinan di Kota Banjar, tentu perlu adanya sinergitas program penanganan kemiskinan agar lebih optimal. Harus terbangun jalinan komunikasi seluruh OPD dalam satu ruang koordinasi.
Artinya, jangan terjadi miskomunikasi antara realita dengan program yang diturunkan. Misal program BPNT, di mana jumlah warga miskin tahun 2015 sebanyak 15 ribu, tapi Kota Banjar baru dapat kuota sekitar 9.000 Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
Dia juga menegaskan, bahwa angka penurunan kemiskinan bisa tercapai karena adanya sinergitas program. Data yang kuat atau validitasinya diperhatikan. Begitu pun intervensi program pusat harus dijaga baik, sehingga bisa mengungkit penurunannya. Dalam hal ini, segenap TPID harus bisa mengkolaraborasikan semua program penanggulangan kemiskinan, sehingga efeknya terealisasi angka penurunan kemiskinan.
“Perlu diingat, menurun atau meningkatnya itu tergantung waktu survei atau sensus. Seperti halnya waktu tahun 2015 lalu,” tandas Darmadji.
Sementara itu, Plt. Kepala Bappeda Kota Banjar, Yuyung, mengatakan, Pemkot Banjar tak menargetkan yang muluk-muluk dalam upaya penurunan angka kemiskinan. Bisa ada pergeseran penurunan sedikit saja patut disyukuri, dengan melihat kondisi sekarang. Apalagi dalam situasi tahun politik sekarang ini.
“Di samping memang faktor ekonomi juga ikut mempengaruhi, namun pertumbuhan ekonomi nasional belum tercapai sebagaimana yang diharapkan,” imbuhnya.
Menurut Yuyung, yang paling pokok dalam RPJMD periode ke-4 dengan pemimpin Kota Banjar yang baru nanti, hal itu menjadi sebuah tantangan bagaimana pemberdayaan ekonomi dan daya beli masyarakat meningkat.
“Harapannya, ya pertumbuhan ekonomi Kota Banjar terus menggeliat atau tercapai sesuai yang direncanakan dalam Murenbangkot ini,” tandasnya. (Nanks/Koran HR)