Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),- Larangan membangun rumah dua lantai atau bertingkat di Dusun Karangkamulyan, Desa Karangkamulyan, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis, masih menjadi mitos yang harus dipatuhi. Pasalnya apabila warga melanggar mitos tersebut maka akan terkena malapetaka.
Legenda urban di Kabupaten Ciamis ini melekat erat di benak warga. Ada satu kampung yang warganya tidak berani membangun rumah dua lantai atau bertingkat. Percaya dan tak percaya, mitos tersebut harus ‘dipatuhi’ oleh warga setempat. Permukiman penduduk di lokasi tersebut berada di sekitar Situs Ciung Wanara Karangkamulyan.
Juru Pelihara Situs Ciung Wanara Karangkamulyan, Agus Haris, ketika ditemui Koran HR, Selasa (06/03/2018), menuturkan, mitos larangan membangun rumah permanen bertingkat sudah ada sejak jaman dulu. Dan aroma mistik yang mengiringi cerita itu diyakini secara turun-temurun oleh warga Karangkamulyan.
“Mitos ini tidak lepas dari sejarah Kerajaan Galuh Ciungwanara yang sudah ada sejak abad ke-7. Galuh bermakna satu keagungan paling atas. Galuh pun memiliki arti permata atau dalam pribadi manusia berarti hati nurani. Sehingga Galuh itu posisinya diyakini paling atas, melambangkan kejujuran, hati yang murni, jangan angkuh dan tak sombong,” katanya.
Agus menjelaskan, apabila ada rumah warga dibangun dua lantai atau ditingkat berarti melebihi posisi Galuh. Karena disini ada petilasan Kerajaan Galuh yang posisinya paling tinggi. Warga disini sudah mengetahui dan takut kalau membangun rumah dua tingkat.
“Karangkamulyan ini merupakan satu tempat kemuliaan, sehingga warga Karangkamulyan tidak boleh sombong dan angkuh. Rumah tingkat ini dapat dikaitkan dengan simbol kesombongan, meskipun membangun rumah tingkat ini tidak bermaksud untuk menyombongkan diri. Warga Karangkamulyan memelihara dan melestarikan tradisi leluhurnya soal larangan itu. Pantangan soal larangan bangun rumah bertingkat dipercaya warga guna menjaga kelestarian tradisi,” jelasnya.
Apabila ada warga yang melanggar, sambung Agus, kisah yang belum tentu berkaitan atau tidak soal adanya empat keluarga mendapat musibah usai membangun rumah bertingkat.
“Salah satu cerita, ada seorang warga tengah membangun rumah lantai dua. Lagi-lagi percaya dan tak percaya, konon si pemilik rumahnya saat berkendara menabrak lima orang hingga tewas. Kini rumah tersebut dibiarkan telantar dan tak dilanjutkan lagi proses pembangunannya. Ada lagi warga yang memaksa meningkatkan rumahnya malah meninggal karena kecelakaan. Ada juga yang usahanya bangkrut dan rumah tangga hancur,” ungkapnya.
Benar tidaknya kejadian yang telah menimpa warga tersebut, kata Agus, memang di luar nalar. Namun ada bukti bahwa empat rumah bertingkat di seputaran Karangkamulyaan dibiarkan kosong dan ditinggalkan pemiliknya.
“Jadi selama masih ada lahan ke pinggir sebaiknya tidak ditingkat. Masyarakat Dusun Karangkamulyan percaya dengan larangan untuk membangun rumah tingkat ini,” ujarnya.
Kepala Dusun Karangkamulyan, Entin, mengungkapkan, dengan adanya larangan membangun rumah bertingkat. Tercatat dari sekitar 300 tempat tinggal yang dihuni 400 kepala keluarga di wilayahnya, ada empat warga yang mencoba mematahkan mitos itu. Artinya ada 296 rumah berlantai satu dan empat rumah bertingkat.
Entah kebetulan atau takdir, sambung Entin, nyatanya bangunan tingkat itu malah kosong dan pemiliknya terkena musibah.
“Bahkan baru-baru ini ada seorang warga yang mencoba membangun rumah tingkat. Bangunan selesai, pemiliknya mengalami kecelakaan. Jadi persepsi masyarakat disini seperti itu (melanggar larangan),” ungkapnya. (Tan/Koran HR)