Operasi Pasar Beras di wilayah Langensari, Kota Banjar. Foto: Nanang Supendi/HR
Berita Banjar, (harapanrakyat.com),-
Sejumlah desa dan kelurahan yang menjadi lumbung gabah dan beras di Kota Banjar, menyatakan perlunya Operasi Pasar (OP) untuk beras medium. Hal itu dikarenakan kondisi yang terjadi saat ini, di mana masing-masing warganya menjerit atas terus melonjaknya harga komoditi tersebut. Apalagi ketersediaan gabah pun sudah tak dimilikinya.
Hal itu dikatakan Lurah Muktisari, Feri Angga Kostradini, melalui Seklurnya, Sukmana, saat dikonfirmasi Koran HR, Selasa (23/01/2018), terkait wilayahnya yang menjadi salah satu lumbung padinya Kota Banjar, namun warganya membuthkan OP beras medium.
“Kenyataan yang ada saat ini, warga memang banyak yang menjerit dan mengeluh atas terus melonjaknya harga beras. Terlebih banyak petani yang sudah tidak memiliki stok gabah. Hingga akhirnya datang penawaran program OP dari dinas terkait. Tentu saja kami meresponnya dan memohon supaya digelar diwilayah kami,” ujar Sukmana.
Menurutnya, hal ini memang patut disikapi dan dianalisa bersama, kenapa wilayahnya yang termasuk penghasil gabah atau beras di Kota Banjar, sangat membutuhkan OP. Dia menduga ada hal yang kurang tertata baik, terkait pola produksi dan alur distribusinya.
“Pengalaman pengamatan kami, petani atau warga acapkali menjual hasil panen dan bahkan stok panennya ikut terjual, sebab alasannya kebutuhan. Menjualnya masih ke petani atau tengkulak warga setempat, tapi kan dijual kembali entah kemana. Artinya, kemungkinan kuat komoditi beras tak berputar di wilayah kita ini, melainkan dijual ke luar daerah,” katanya.
Pihaknya juga menduga, para tengkulak itu menyimpan atau mengendonnya di gudang. Setelah ketersedian di petani kosong, baru lah dikeluarkan hingga akhirnya harga jual begitu tinggi di pasaran.
Untuk itu, lanjut Sukmana, pola pengawasan terhadap alur distribusi beras harus lebih diperhatikan lagi. Semua lembaga terkait, termasuk Satgas Pangan, tentu sangat ditunggu perannya.
Meski persoalan harga beras tinggi terjadi secara nasional, namun daerah harus berupaya mengantisipasinya sejak dini. Kondisi ini sebagai perbaikan penataan ke depannya, terutama terkait pola produksi dan alur pendistribusiannya.
Pelaksana Kasi Pemerintahan Kelurahan Muktisari, Diro, menambahkan, pihaknya sering menerima keluhan dari warganya atas kondisi harga beras yang terus melonjak. Dia juga mengatakan bahwa memang stok gabah atau beras pada petani di wilayahnya sudah berkurang.
“Sebelumya, alasan mereka menjual stok yang dimilikinya karena kebutuhan mendesak. Malah sekarang pun mereka jadi ikut beli beras. Sejumlah lumbung pangan yang ada di wilayah kami tak bisa membantunya, karena itu hanya bisa menanggulangi anggota atau warga di lingkup lingkungannya sendiri,” terang Diro.
Hal serupa dikatakan Kepala Desa Waringinsari, Misbahudin, melalui Sekdesnya, Sulaeman Zajuli, bahwa kondisi harga beras tinggi ini sudah masuk ambang batas dan memberatkan warganya. Sehingga, peluang tawaran program OP dari Dinas Perdagangan, Kopreasi dan UMKM, langsung disambut pihaknya.
Meski wilayah desanya sebagai penghasil beras, tapi pada kenyataannya warganya pun butuh solusi untuk meringankan bebannya dalam memenuhi kebutuhan beras. Sebab, ketersedian beras yang dimiliki petani Waringinsari minim lantaran panen sebelumnya gagal. Di mana hasil panen berkurang 65 persen atau hanya mendapatkan 35 persen.
Menurut Sulaeman, sebenarnya dengan warga petani di desanya rata-rata memiliki lahan sawah 50-100 bata itu, bisa mencukupi ketika hasil panennya normal. Tapi, kondisi gagal panen sebelumnya itu lah yang menjadikan mereka tidak memiliki stok beras.
“Itu terbukti saat ini, ketika dilakukan pendataan oleh RT, animo warga sangat tinggi saat mendengar akan ada Operasi Pasar untuk beras mendium,” kata Zajuli. (Nanks/Koran HR)