Foto: Ilustrasi net/ist
Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),-
Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) setelah ditemukan satu warga di Kabupaten Ciamis yang dinyatakan positif difteri. Sebelumnya terdapat delapan warga Kabupaten Ciamis yang dinyatakan suspek atau diduga difteri. Setelah dilakukan uji kultur di laboratorium, dari jumlah tersebut diketahui hanya satu orang yang positif terkena penyakit yang mematikan tersebut.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis, Engkan Iskandar, kepada Koran HR, Selasa (09/01/2018), mengatakan, berdasarkan surat edaran dari Kementerian Kesehatan, bahwa penetapan status KLB harus diberlakukan ketika ditemukan warga yang dinyatakan suspek difteri. “Apalagi saat ini sudah ditemukan satu orang yang dinyatakan positif difteri. Artinya, status KLB yang diberlakukan harus ditingkatkan penanggulangannya dengan menggencarkan pembarian imunisasi kepada masyarakat, khususnya kepada anak umur 1 sampai 19 tahun,” ujarnya.
Engkan menjelaskan, warga yang sebelumnya dinyatakan suspek difteri berasal dari beberapa kecamatan. Dari delapan warga tersebut, tambah dia, dua orang berasal dari Kecamatan Baregbeg, satu orang dari Kecamatan Ciamis, satu orang dari Kecamatan Lumbung, satu orang dari Kecamatan Cimaragas, satu orang dari Kecamatan Sukamantri, satu orang dari Kecamatan Cipaku dan satu orang dari Kecamatan Purwadadi.
“Penderita yang dinyatakan positif mengidap penyakit difteri berasal dari Kecamatan Cipaku,” imbuhnya.
Menurut Engkan, tujuh dari delapan warga yang dinyatakan negatif tertular penyakit difteri, ternyata mengidap penyakit radang tenggorokan biasa atau tidak menutup kemungkinan penyebabnya dari kandida albikan. Penyakit itu disebabkan dari jamur yang menyerang pada rongga mulut.
“Memang terdapat kemiripan pada tanda-tanda fisik seseorang yang terkena penyakit kandida albikan dengan orang yang mengidap penyakit difteri. Kemiripan tanda-tandanya sama menimbulkan semacam luka dan bercak putih pada rongga mulut dan di sekitar tenggorokan,” ujarnya.
Engkan mengatakan, untuk memastikan seseorang yang memiliki tanda-tanda luka pada rongga mulut, apakah terkena difteri atau tidak, harus dilakukan serangkaian penelitian laboratorium. Selain diteliti melalui uji mikroskopis, juga harus dilakukan uji kultur atau metoda pengembangbiakan bakteri.
“Misalnya, dari delapan warga tersebut, dua diantaranya sempat dinyatakan positif terkena difteri setelah dilakukan uji mikrosopis. Namun, setelah dilakukan uji kultur, ternyata hanya ada satu orang yang dinyatakan positif. Sementara pasien yang satu lagi dinyatakan negatif. Artinya, pasien yang memiliki tanda-tanda luka dan bercak putih pada rongga mulutnya, tidak selalu terkena difteri. Bisa saja tanda itu disebabkan dari penyakit tenggorakan biasa,” terangnya.
Menurut Engkan, penelitian uji kultur dipastikan hasilnya akurat dalam menentukan seseorang apakah terkena difteri atau tidak. Karena dalam uji kultur ini, jaringan lesi dari penderita diambil untuk diketahui apakah terdapat bakteri atau tidak. Kalau ditemukan bakteri, lalu dikembiangbiakan dalam waktu kurang lebih satu minggu. Setelah itu baru akan diketahui apakah bakteri itu jenis difteri atau bukan.
“Saat baru dinyatakan suspek, semua penderita sudah mendapat perawatan intensif di RSUD sesuai tata laksana perawatan difteri. Untuk pasien yang dinyatakan positif difteri, hingga saat ini masih terus ditangani secara medis dan diupayakan dapat bisa disembuhkan,” ujarnya.
Engkan mengatakan, dari tujuh pasien yang dinyatakan negatif mengidap penyakit difteri, salah satunya sudah meninggal dunia. Pasien itu berasal dari Kecamatan Cimaragas. Namun, tambah dia, usia pasien tersebut sudah berumur sekitar 70 tahun. Dan penyebab kematiannya karena faktor usia yang sudah lanjut.
“Kondisi kesehatannya pun sudah lemah, karena faktor usianya yang sudah lanjut. Jadi, penyebab kematian pasien tersebut bukan karena difteri, tetapi karena penyakit lain,” ujarnya. (Bgj/Koran HR)