Band Huhu & Popo asal Kota Banjar saat mendapatkan hadiah setelah berhasil juara 3 dalam Festival Lagu Suara Anti Korupsi 2017 yang digelar KPK. Foto: Istimewa
Berita Banjar, (harapanrakyat.com),-
Sebuah band asal Kota Banjar, Huhu & Popo, berhasil memenangkan Festival Lagu Suara Anti Korupsi 2017 yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Jum’at (03/11/2017) lalu.
Setelah mengikuti berbagai rangkaian seleksi dari mulai tingkat daerah, Huhu & Popo berhasil mewakili Jawa Barat dalam ajang tahunan lembaga anti rasuah itu. Meski berasal dari daerah di ujung Jawa Barat, mereka berhasil menyingkirkan kompetitornya dari 5 finalis dan meraih juara 3 setelah UNIKU asal Surabaya dinobatkan juara 1 dan Filsafatian asal Medan juara 2.
Opie Andaresta, salah satu penyanyi terkenal dengan lagu bernuansa kritik sosial, mengaku terkesan dengan penampilan serta lirik yang bawakan Huhu & Popo. “Lagunya unik, liriknya dalem, ngambil dari angle yang bener-bener ga kepikiran sebelumnya,” ungkap Opie.
Dayat dan Bayu, dua personil Huhu & Popo yang juga seorang pentolan musisi musik nasyid asal Kota Banjar, Madany, memaparkan, bahwa lagu “Adili Bapakku” yang dibawakannya dalam festival tersebut terinspirasi dari para koruptor yang berdalih mencari uang dengan cara haram itu untuk menafkahi keluarga. Padahal, menurutnya, perbuatan tersebut justru berdampak buruk bagi keluarganya.
“Liriknya menggunakan pendekatan rasa bersalah dengan pola what if (bagaimana jika), analogi pengandaian untuk mengajak semua orang berpikir bagaimana jika ada di posisis itu,” terang Dayat kepada HR Online melalui pres releasenya, Minggu (05/11/2017).
Sepengetahuannya, tidak ada keluarga koruptor yang harmonis. Bahkan, tegas Dayat, dipastikan ada cacat dalam hubungan keluarga yang mana bersumber dari korupsi itu sendiri yang merupakan penyakit penyimpangan norma.
“Saya (Dayat), Bayu dan Asa merupakan orang daerah yang menjadi masyarakat urban di kota besar yang mana keterbukaan sangat diberi ruang. Sedangkan di daerah untuk membicarakan soal korupsi itu cukup sulit lantaran kerap dibenturkan dengan suasana kekeluargaan yang dianggap biasa dalam praktek KKN. Dari ini, kami mencoba merespon lingkungan kami melalui sebuah lagu,” pungkas Dayat yang merupakan pemuda asal Pamongkoran, Kecamatan Banjar. (Muhafid/R6/HR-Online)