Berita Pangandaran (harapanrakyat.com),- Gerakan Masyarakat Parahyangan (Gempar) Kabupaten Pangandaran menuding adanya Perhutani menghambat proses Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Dana Rencana Strategis (Renstra) pembangunan di Pangandaran soal batas wilayah dan peta hutan produksi.
Di wilayah dataran tinggi Kecamatan Langkaplancar dan Kecamatan Cigugur, Gempar meminta untuk diselamatkan dengan alasan lokasi tersebut merupakan jalur hijau sebagai hutan lindung yang berguna sebagai daerah resapan air untuk wilayah sekitarnya.
Menurut Koordinator Gempar, Kunkun Herawanto, dirinya bersama masyarakat sepakat mendorong pemerintah untuk segera menyelesaikan penataan RTRW Pangandaran. Sebab, hingga saat ini Pangandaran belum memiliki RTRW. Selain itu, ia juga menyarankan agar dibentuknya tim terpadu penanganan pertanahan di Kabupaten Pangandaran.
“Kami menganggap keberadaan Perhutani ini satu-satunya penghambat dalam proses perencanaan RTRW. Sebab, dalam penentuan batas wilayah dan statusnya jelas ada perbedaan yang harus segera diselesaikan,” jelas Kunkun usai beraudiensi ke DPRD, Kamis (28/09/2017) lalu.
Selama ini, lanjut Kunkun, terkait batas wilayah dan statusnya sangat jelas sekali adanya perbedaan antara Perhutani dengan RTRW. Mengingat wilayah Kecamatan Langkaplancar dan Cigugur adalah jalur hijau, maka pepohonan di hutan wilayah tersebut tidak boleh ditebang sebagai resapan air.
Sementara versi Perhutani, Kunkun menambahkan, tidak melihat soal tersebut. Sebab, Perhutani hanya melihat sisi produksinya saja.
“Kalau sudah waktu tebang ya harus ditebang tanpa melihat dampaknya, itu versi Perhutani. Padahal, di dalam dokumen RTRW pohon yang ada di jalur hijau di dua kecamatan itu harus dipertahankan dan diselamatkan yang berfungsi sebagai resapan air,” tegasnya.
Ia menerangkan, hutan produksi terdiri dari dua jenis, hutan produksi terbatas dan hutan produksi tetap. Bila mengacu pada RTRW, hutan produksi terbatas dengan kemiringan 45 derajat dikategorikan sebagai hutan lindung atau hutan konservasi. Sementara asumsi Perhutani adalah produksi untuk meningkatkan keuntungan semata. Dari itu, ia kembali menegaskan Perhutani adalah penyebab yang membuat RTRW tidak kunjung selesai.
Ia meminta, Pemkab Pangandaran untuk menentukan nasib ke depan lingkungan di Pangandaran. Melalui DPRD yang diwakili Komisi 3, mereka siap dan sepakat untuk membentuk tim terpadu yang terdiri dari Dinas Lingkungan Hidup, DPRD, Bappeda, Perhutani, Akademisi, serta tokoh masyarakat.
“Perhutani itu harus angkat kaki dari wilayah Kabupaten Pangandaran. Ini sangat merugikan Pemerintah Daerah dan masyarakatnya. Sebab, pembuatan Rencana Strategis (Renstra) dan RTRW hingga saat ini belum juga selesai-selesai. Kita minta Pemkab harus segera menentukan pilihan,” pungkas Kunkun. (Mad/R6/Koran HR)