Berita Pangandaran (harapanrakyat.com),- Seiring dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bupati Pangandaran tertanggal 23 Agustus 2017, Nomor: 522.8.81/582/DLHK/2017 tentang Permohonan Perubahan Status Hutan di Langkaplancar dari Perhutani ke Hutan Lindung, yang dialamatkan kepada Gubernur Jawa Barat, dan ditembuskan ke Kementerian dan dinas terkait, membuat masyarakat Kecamatan Langkaplancar sedikit merasa lega.
Masyarakat menganggap bahwa perjuangannya mulai menemukan titik terang. Terlebih diperkuat lagi dengan adanya deklarasi 15 kepala desa se-Kecamatan Langkaplancar yang menolak penebangan, serta mendorong terealisasinya kawasan hutan di Langkaplancar menjadi hutan lindung.
Seperti yang diungkapkan koordinator Gerakan Masyarakat Parahiangan (Gempar), Anton Rahanto, kepada HR Online, Kamis (24/08/2017), bahwa perjuangan pihaknya dalam memperjuangkan hak-hak dasar hajat hidup orang banyak bukan dimulai sejak kemarin sore, namun sudah berjalan bertahun-tahun.
“Lelah dan pedih menjadi saksi yang tak bisa dibayar dengan apapun, kecuali tuntutan kami terkabulkan, yaitu mengubah Gunung Singkup dan beberapa gunung lainnya menjadi hutan lindung atau cagar budaya,” tandas Anton.
Pihaknya menganggap, hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani sama sekali tidak memberikan manfaat yang baik bagi masyarakat, kecuali rasa takut akan bencana alam dan kekeringan.
Untuk itu, lanjut Anton, pihaknya akan mengawal surat yang dikeluarkan Bupati Pangandaran, H. Jeje Wiradinata, supaya bisa terealisasikan. Karena, potensi kerusakan alam akan terus meningkat jika aktifitas hutan produksi yang dilakukan Perhutani tetap dilanjutkan.
Anton menyebutkan, bahwa kerusakan hutan yang akan terjadi meliputi, hilangnya hidrologi di Gunung Singkup, Gunung Engang, Gunung Bongkok dan yang lainnya, sehingga kemungkinan terjadi kelangkaan air.
“Yang akan merasakan kekurangan air bukan cuma Kabupaten Pangandaran saja, tapi juga Kabupaten Ciamis dan Tasikmalaya akan merasakannya, karena banyak sungai di dua kabupaten tersebut berhulu dari Gunung Singkup,” kata Anton.
Selain itu, hilangnya keindahan wisata alam Green Canyon karena sebagian air yang mengalir ke kawasan wisata tersebut berasal dari Sungai Cimandala yang berhulu di Gunung Singkup. Kemudian, ancaman bencana alam, rusaknya kawasan budaya dan hilangnya potensi alam, serta sumber-sumber kehidupan bagi masyarakat.
“Dengan demikian, kami mendorong supaya pemerintah pusat maupun provinsi bisa memahami apa yang menjadi tujuan kami dalam mengubah status hutan produksi ke hutan lindung,” tandas Antos. (Cenk/R3/HR-Online)