Berita Ciamis (harapanrakyat.com),- Panitia Khusus (Pansus) I Pembahasan Raperda (Rancangan Peraturan Daerah) DPRD Ciamis, kini tengah fokus membahas dua Raperda yang harus segera disyahkan menjadi Perda. Dua Raperda itu tentang Pengembangan Kawasan Perdesaan dan Perubahan Perda No 7 tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa.
Ketua Pansus I DPRD Ciamis, Zaenal Arifin, mengatakan, kedua Raperda tersebut sangat mendesak untuk segera disyahkan. Pasalnya, setelah keluar keputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan dan mengubah salah satu pasal pada undang-undang Desa, otomatis Perda yang menjadi turunan dari undang-undang tersebut pun harus dilakukan perubahan.
“Ada perubahan klausul pada pasal yang mengatur tentang pengangkatan dan pemberhentian seorang kepala desa, dimana sebelumnya seorang kepala desa diatur harus warga yang sudah satu tahun berdomisili di wilayah Desa tersebut. Namun, putusan MK membatalkan sekaligus mengubah pasal tersebut, dimana seorang kepala desa tidak mesti warga yang berdomisili di desa tersebut, tetapi hanya mengatur seorang warga negara Indonesia,” terangnya, kepada Koran HR, Selasa (20/06/2017) lalu.
Zaenal menambahkan, Perda No 7 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa merupakan salah satu aturan yang vital dalam keberlangsungan roda pemerintahan di tingkat desa, maka sangat mendesak untuk segera disesuaikan dengan keputusan MK.
Sementara Raperda tentang Pengembangan Kawasan Perdesaan, lanjut Zaenal, sama harus segera didorong untuk disyahkan. Pasalnya, konsep mengenai Pengembangan Kawasan Perdesaan harus dimasukan dalam perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Ciamis.
“Setelah Pangandaran berpisah dan menjadi daerah otonom baru, maka RTRW sebelumnya harus dilakukan perubahan. Nah, dalam perubahan RTRW ini, kami menggagas harus dimasukan program-program mengenai pengembangan kawasan perdesaan pada RTRW baru. Hal itu agar program di tingkat kabupaten bisa selaras atau saling menopang dengan program di tingkat desa,” ujarnya.
Zaenal menjelaskan, pengembangan kawasan agropolitan, kawasan lumbung padi dan kawasan wisata di daerah perdesaan harus dikembangkan secara bersama-sama antara pemerintah desa dengan pemerintah kabupaten. Hal itu dimaksudkan agar bisa mempercepat capaian target program. “Pada regulasi pengembangan kawasan perdesaan pun diatur kerjasama antar pemerintah desa dalam mengembangkan sebuah potensi profit. Artinya, regulasi ini untuk mendorong Pemerintahan Desa agar aktif ikut menggerakan perekonomian di masyarakat,” katanya.
Salah satu strategi kerjasama antar Pemerintahan Desa, bisa dengan melakukan kerjasama dengan desa tetangga untuk bersama-sama membangun sebuah usaha yang menghasilkan nilai profit. Caranya, bisa melalui Bumdes (Badan Usaha Milik Desa) ataupun dengan badan usaha lainnya.
Raperda ini memberi ruang melakukan kerjasama dengan desa tetangga agar usaha yang dikembangkan bisa memiliki daya saing dengan pelaku usaha pada umumnya. Karena apabila pengelolaan usaha hanya dilakukan oleh satu desa, dimungkinkan berat untuk berkembang lantaran terbentur modal usaha ataupun sumber daya manusia.
“Usaha yang dibangun bisa melibatkan beberapa pemerintahan desa di satu kecamatan. Sehingga, apabila pengelolaan usaha itu berhasil, bisa membentuk sebuah perekonomian kawasan yang kuat,” ujarnya. (Bgj/Koran HR)