Pembukaan lahan untuk akses jalan menuju Bendungan Leuwikeris, di Desa Handapherang, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis. Foto: Istimewa/HR
Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),-
Di lokasi pembangunan Bendungan Leuwikeris, di sepanjang aliran Sungai Citanduy atau tepatnya di Desa Ciharalarang dan Desa Handapherang, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, ternyata ditemukan sebuah tumpukan batu yang diduga benda purbakala atau sejarah peninggalan masa lalu. Batu tersebut tampak tersusun rapi dan lokasinya berada tepat di bantaran sungai Citanduy.
Kabid Destinasi Dinas Parawisata Kabupaten Ciamis, Budi Kurnia, mengatakan, temuan tersebut diperoleh setelah pihaknya membuka wahana arung jeram di aliran sungai Citanduy dengan rute dari jembatan Cirahong hingga ke daerah Bojongsalawe. Saat itulah, kata dia, salah satu tim arung jeram melaporkan adanya temuan tersebut.
“Setelah kami turun ke lokasi, ternyata benar tumpukan batu tersebut terlihat seperti dibuat oleh tangan manusia. Selain itu, tumpukan batunya pun memiliki unsur seni dan berbeda dengan tumpukan batu yang terbentuk dari proses alam,” ujarnya, kepada Koran HR, Selasa (21/02/2017).
[Berita Terkait: Batu yang Diduga Benda Purbakala di Bendungan Leuwikeris Ciamis Akan Diteliti]
Setelah melihat temuan tersebut, lanjut Budi, pihaknya pun mencari referensi dari ahli sejarah terkait cerita masa lalu di aliran sungai Citanduy. Hasilnya, kata dia, diperoleh keterangan bahwa pada masa Kerajaan Bojong Galuh atau tepatnya pada abad ke 5, aliran sungai Citanduy sering dijadikan akses transportasi perahu untuk tujuan antar daerah.
“Apabila dikaitkan dengan sejarah masa lalu, tumpukan batu itu bisa saja dulunya bekas dermaga perahu atau semacam tempat singgah. Selain itu, di dekat tumpukan batu itupun terdapat makam keramat. Dengan begitu, kami semakin yakin tumpukan batu tersebut memiliki nilai sejarah masa lalu,” ujarnya.
Budi menambahkan, lokasi tumpukan batu yang wilayahnya berada di Desa Ciharalang itu, memang jarang dijamah manusia. Selain untuk menuju ke lokasi harus melewati hutan, juga terdapat mitos di masyarakat sekitar bahwa di daerah itu merupakan tempat keramat dan dikenal angker.
“Jadi, jarang sekali ada warga yang berani ke tempat tersebut. Selain tempat itu dikeramatkan, juga lokasinya jauh dari permukiman penduduk. Adapun ada orang yang berani, paling hanya di sekitar hutan yang berada di bantaran. Dan mereka pun awam atau tidak tahu bahwa tumpukan batu itu memiliki keunikan,” terangnya.
Namun begitu, kata Budi, dengan kuatnya mitos bahwa daerah hutan di bantaran sungai Citanduy dikeramatkan, memberi keuntungan terhadap kelestarian alam. Karena tidak ada warga yang berani melakukan penebangan pohon besar atau merusak alam di daerah hutan tersebut.
“Wisata arung jeram di aliran sungai Citanduy yang kini kami kembangkan, tak hanya menjual derasnya arus sungai, tetapi juga menjual alamnya. Karena panorama alam di sepanjang aliran sungai dengan rute Cirahong-Bojonglawe, sangat indah dan masih asri. Saya pun kaget, ternyata tak jauh dari pusat kota Ciamis, masih terdapat aliran sungai yang panorama hutannya mirip sungai Amazon,” katanya.
Namun begitu, lanjut Budi, lokasi tumpukan batu yang diduga peninggalan benda sejarah itu terdapat di area genangan air yang akan dibangun Bendungan Leuwikeris. “ Tapi itu tidak masalah. Kami pun tidak mungkin menghalangi-halangi kebijakan pemerintah. Namun, sebelum tumpukan batu itu terendam genangan, ijinkan kami untuk melakukan penelitian sejarah terhadap tumpukan batu tersebut,” katanya.
Apabila benar tumpukan batu itu memiliki nilai sejarah, lanjut Budi, sangat menguntungkan sekali, meski pada akhirnya harus dipindahkan dari lokasi tersebut. “Nantinya dipindahkan juga tidak apa-apa. Tumpukan batu itu bisa dijadikan icon wisata di sekitar bendungan. Nanti bisa dibuat monumen sejarah di sekitar lokasi bendungan. Kebetulan Pemkab Ciamis juga akan mengembangkan objek wisata di sekitar bendungan Leuwikeris,” terangnya. (Bgj/Koran-HR)