Mutasi dan rotasi pejabat ilustrasi. Foto: Ist/Net
Berita Ciamis, (harapanrakytat.com),-
Mutasi dan rotasi jabatan pada perombakan Struktur Organisasi Tata Kerja (SOTK) di lingkungan Pemkab Ciamis tahun 2017, tampaknya mendapat sorotan dari sejumlah kalangan. Mereka menilai penempatan pejabat pada SOTK kali ini tidak memperhatikan kompetensi keilmuan. Pasalnya, terdapat sejumlah pejabat yang ditempatkan di jabatan yang tidak sesuai dengan keilmuannya.
Selain itu, mereka pun menyoroti dua pejabat yang dimana memiliki ikatan suami-istri ditempatkan pada satu OPD atau dinas yang sama.
Praktisi Hukum Ciamis, Saefudin, menilai rotasi dan mutasi di lingkungan Pemkab Ciamis kali ini tidak memperhatikan azas kepatutan. Menurutnya, etos kerja seorang pejabat akan ditentukan pada keilmuannya. Dia pun melihat ada seorang pejabat teknis di Pemkab Ciamis malah tidak ditempatkan pada jabatan yang sesuai dengan kompetensinya.
“Logikanya begini, apabila secara keilmuan tidak menguasai, bagaimana si pejabat itu bisa bekerja dengan baik. Makanya kami melihat dalam hal ini terdapat kejanggalan dan layak dipertanyakan,” ungkapnya, kepada sejumlah wartawan, di Ciamis, Selasa (03/01/2016).
Saefudin pun meminjam filosofi yang dipopulerkan George R Terry, yakni apabila sebuah pekerjaan diberikan atau dipercayakan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tinggal tinggu kehancurannya. “Kalau kondisinya seperti ini, maka jangan salahkan orang menilai bahwa dalam rotasi dan mutasi pejabat di Pemkab Ciamis kali ini sarat dengan kepentingan politis,” tegasnya.
Saefudin pun mengaku heran dengan kebijakan menempatkan dua pejabat yang memiliki ikatan suami-istri di satu dinas yang sama. Menurutnya, dalam sistem organisasi professional, paling dilarang adanya ikatan suami istri bekerja pada satu kantor. “Apalagi ini keduanya pejabat yang memiliki kewenangan. Jelas ini sangat tidak elok,” ungkapnya.
Hal senada dikatakan Akademisi Hukum Tata Negara Universitas Galuh (Unigal) Ciamis, Endang Supriatna. Dia menilai tidak professional apabila penempatan pejabat tidak memperhatikan kepada kompetensi keilmuannya. Terlebih, kata dia, seorang pejabat dibutuhkan kemampuan yang mumpuni, karena pekerjaannya menyangkut pelayanan kepada masyarakat.
“Kalau si pejabat tidak bisa bekerja dengan baik, maka akan berdampak terhadap pelayanan masyarakat. Dan itu harus dipikirkan oleh pembuat kebijakan,” ungkapnya.
Endang pun mengingatkan dalam penempatan pejabat harus menghindari prinsip suka atau tidak suka kepada personal. Karena berawal dari hal itu, kata dia, akan menimbulkan sebuah keputusan yang tidak professional. (Tantan/Koran-HR)