Tempat Prostitusi Ilustrasi. Foto: Ist/Net
Berita Pangandaran, (harapanrakyat.com),-
Ketua Yayasan Matahati Jawa Barat, Agus Abdullah, mengatakan, dari 19 kasus HIV baru yang ditemukan dari hasil mobilisasi masyarakat untuk tes HIV di Kabupaten Pangandaran, mayoritas penderita masih banyak ditemukan dari komunitas Wanita Pekerja Seksual (WPS) yang berada di tempat lokalisasi prostitusi.
“Trend penderita HIV/AIDS di Pangandaran dari dulu tidak bergeser atau jumlah terbanyak masih didominasi dari komunitas WPS yang tertular melalui hubungan seksual. Hal itu terjadi karena di Pangandaran terdapat lokalisasi prostitusi. Dengan begitu, kami mudah melakukan pengecekan melalui test HIV/AIDS,” ujarnya, kepada HR Online, Kamis (01/12/2016). [Berita Terkait: Duh! Sebagian Besar Penderita HIV/AIDS di Pangandaran Pilih Tak Berobat]
Agus menambahkan, dari 19 kasus HIV/AIDS baru yang ditemukan dari hasil mobilisasi test VCT selama tahun 2016, diketahui 9 diantaranya merupakan WPS yang mangkal di tempat prostitusi di kawasan objek wisata pantai Pangandaran.
“Namun, temuan itu belum bisa dikatakan data sesungguhnya kondisi WPS di Pangandaran. Karena saat melakukan mobilisasi test HIV, kami hanya bisa menjangkau WPS yang berada di kawasan Pamugaran dan sebagian di kawasan Pasar Wisata. Artinya, masih banyak WPS di Pangandaran yang belum tersentuh mobilisasi test HIV,” terangnya.
Pihaknya, lanjut Agus, saat melakukan mobilisasi test HIV, masih kesulitan menjangkau komunitas WPS yang berada di kawasan Pasar Wisata dan di tempat-tempat karaoke. Karena, menurutnya, WPS yang sulit dijangkau itu tidak menetap di tempat lokalisasi atau dalam istilah mereka disebut WPS freelance.
“WPS yang sulit dijangkau itu adalah mereka yang tinggal di tempat kost-kostan. Dan mereka hanya beraktivitas sebagai WPS saat mangkal atau menerima panggilan dari konsumennya saja. Selain itu, WPS seperti ini tidak memiliki mamih atau mucikari tetap. Jadi, kami kesulitan untuk menjangkaunya,” katanya.
Namun begitu, lanjut Agus, pihaknya tengah berupaya menjangkau seluruh WPS yang berada di Kabupaten Pangandaran agar bisa dilakukan test HIV. “Komunikasi dengan komunitas mereka terus kami lakukan dengan cara pendekatan persuasif. Intinya, kami terus mengajak kepada mereka yang masuk populasi kunci agar dengan kesadarannya melakukan test HIV,” ujarnya.
Agus mengatakan, penderita HIV dari komunitas WPS tidak ditemukan warga asli Pangandaran. Mereka kebanyakan warga pendatang dari Cilacap, Banjar, Tasikmalaya dan Bandung. “ Meski mereka warga pendatang, tetapi tetap tinggal dan beraktivitas di Pangandaran. Makanya, kami tetap memberikan pembinaan serta pelayanan bantuan untuk layanan kesehatannya,” ujarnya.
Menurut Agus, dari awal ditemukan hingga saat ini sudah tercatat sebanyak 70 kasus HIV/AIDS di Kabupaten Pangandaran. Jumlah itu, kata dia, sudah termasuk 19 kasus HIV baru yang ditemukan pada tahun 2016. “ Sebenarnya ada lagi 5 kasus HIV baru yang ditemukan baru-baru ini. Namun, data tersebut belum kami laporkan ke Dinas Kesehatan,” pungkasnya. (Bgj/R2/HR-Online)