Tari Kele
Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),-
Tari kele bukanlah tarian tradisional yang diciptakan oleh leluhur Ciamis. Jadi tak heran jika sedikit orang yang mengetahui asal muasal tarian ini. Meskipun demikian, tari kele kini banyak ditampilkan sebagai ritual penyambutan tamu.
Dilansir dari Buku “Ciamis Kiwari, tarian ini diciptakan oleh koreografer Rachmayati Nila Kusuma atau akrab disapa Neng Peking pada tahun 2006, di Studio Titik Dua. Tarian itu diciptakan lantaran Kabupaten Ciamis belum memiliki tarian khas daerah. Neng Peking memerlukan waktu sekitar satu tahun untuk menyempurnakan tarian ini.
Saat pertama kali dipertontonkan, masyarakat menyambutnya dengan dingin. Masyarakat memandang aneh sekaligus heran saat menyaksikannya. Sebagai upaya untuk memperkenalkan tari kele, Neng Peking tak segan untuk datang ke desa-desa dan berusaha menyosialisasikan tarian ini agar bisa diterima masyarakat.
Tari kele sendiri memiliki makna penyambutan dengan menyucikan tamu-tamu yang datang berkunjung. Istilah kele itu sendiri berarti bambu atau juga disebut lodong yang berfungsi untuk mengambil nira di kalangan masyarakat sunda.
Jumlah penari dalam tarian ini, biasanya tak terbatas dan tergantung tempat penampilannya, meski biasa ditampilkan oleh enam orang. Biasanya, para penari perempuan dipasangkan dengan empat penari pria yang membawa dongdong atau tempat untuk menyimpan hasil bumi.
Ide tarian ini diadaptasi dari upacara adat nyangku di daerah Panjalu, Kabupaten Ciamis. Upacara nyangku melibatkan sembilan perempuan berbaju adat warna putih. Di pagi hari, mereka mengambil air dari sembilan mata air yang ada di sekitar Situ Lengkong Panjalu.
Air itu kemudian dimasukkan dalam satu ruas bambu. Bambu tersebut dibawa dan disimpan di atas kepala. Lalu para perempuan ini berjalan beriringan menuju alun-alun Panjalu. (Deni/R4/HR-Online)