Ilustrasi Proyek Jalan. Foto: Ist/Net
Berita Pangandaran, (harapanrakyat.com),-
Ketua DPRD Pangandaran, Iwan M Ridwan, menegaskan, banyaknya pekerjaan yang belum selesai, tetapi sudah rusak kembali, akibat dari kesalahan pada sistemnya, yakni pada perencanaan, proses lelang, pengawasan maupun dalam proses pengerjaannya.
“Misalnya, saat penilaian perusahaan pada proses lelang, tim Pokja ULP seharusnya jeli menelusuri mana perusahaan yang punya tenaga ahli bersertifikat SKT dan mana yang tidak punya. Syarat itu justru yang harus diutamakan sebagai bentuk jaminan bahwa perusahaan tersebut memiliki reputasi baik. Kalau sebuah perusahaan tidak memiliki tenaga ahli yang memiliki SKT, maka Pokja ULP harus tegas menggugurkan,” katanya, kepada Koran HR, Senin (24/10/2016). [Berita Terkait: DPRD Pangandaran Beberkan Sebab Pengerjaan Proyek Jalan Kualitasnya Buruk]
Karena tidak jeli dalam memeriksa perusahaan, lanjut Iwan, akhirnya banyak perusahaan yang baru berdiri, sudah mendapatkan proyek. “Coba perusahaan-perusahaan baru itu dicek satu-satu, apakah memiliki tenaga ahli yang memiliki SKT?. Kalau ternyata tidak memiliki tenaga ahli, wajar saja kalau pekerjaannya bermasalah,”ujarnya.
Iwan juga mengungkapkan, pada tahapan penawaran harga saat proses lelang proyek, tim Pokja ULP harus menentukan batasan minimal berapa kontraktor bisa menawar harga terhadap sebuah pekerjaan proyek. Kalau penawarannya tidak logis atau lebih dari 10 %, kata dia, panitia lelang jangan serta merta memenangkan begitu saja. [Berita Terkait: Banyak Proyek Jalan Kualitasnya Buruk, Ini Kata Dinas PU Pangandaran]
“Perlu dipikirkan terhadap kualitas proyek nanti. Karena kalau penawarannya rendah sekali atau tidak logis, justru akan berdampak terhadap hasil pekerjaan. Harus diingat bahwa pihak rekanan pun tidak mau rugi,” ujarnya.
Iwan mencontohkan, kalau penawaran yang diajukan pihak rekanan sampai 15% dari pagu anggaran, jangan dulu dinilai bagus. Tetapi, harus dipikirkan apakah dengan keberanian rekanan yang menjatuhkan harga sampai 15 persen, akan berdampak atau tidak terhadap hasil pekerjaannya nanti.
“Logikanya begini, kalau sebuah proyek ditawar hingga 15 persen, berarti anggaran yang tersisa tinggal 85 persen lagi. Kemudian anggaran itu dipotong pajak pph dan ppn 11,5 persen serta dipotong lagi biaya umum 10%. Belum lagi dipotong untuk keuntungan rekanan 10 persen. Maka sisa anggaran tinggal 53,5 persen. Kalau sepertinya proyek itu oleh rekanan disubkan lagi ke rekanan lain, berapa anggaran yang tersisa? Maka disitu rentan sekali pengurangan kualitas pekerjaan,” terangnya.
Iwan menegaskan keterbatasan personil di Dinas PU jangan dijadikan alasan kurangnya pengawas ke lokasi proyek. Karena pada setiap proyek fisik dimana pun harus mendapat pengawasan dari dinas teknis.
“Selain pengawas, kami pun mendapat laporan dari Komisi III DPRD bahwa ada beberapa proyek yang tidak dipimpin oleh tenaga ahli bersertifikat saat pengerjaan proyek. Jadi, bagaimana hasil pekerjaan bisa berkualitas baik, sementara saat pengerjaannya tidak hadir tenaga ahli dan pengawas dari dinas teknis,” ujarnya.
Tidak adanya pengawasan tersebut, lanjut Iwan, membuat para pekerja di lapangan tidak paham terhadap gambar, karena tidak diarahkan oleh tenaga ahli serta tidak ada pengawasan dari dinas teknis.
“Jadi, kalau ingin masalah ini tidak terjadi lagi pada tahun depan, maka ULP dan Pokja harus benar-benar selektif dalam menentukan pemenang lelang. Selain itu, dari segi perencanaan dan pengawasan harus diperbaiki. Jangan sampai seperti tahun ini lagi,”ujarnya. (Mad/Koran-HR)