Ketua DPRD Kabupaten Ciamis, Nanang Permana. Photo: Dokumen HR
Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),-
Ketua DPRD Kabupaten Ciamis, Nanang Permana, mengungkap soal topografi gunung di wilayah Ciamis dan Pangandaran yang mengalami penggundulan. Pihaknya menduga, kondisi tersebut menjadi faktor penyebab terjadinya serangkaian musibah banjir dan longsor.
Nanang menuturkan, gunung yang gundul itu berada di antara perbatasan wilayah Banjarsari, Pamarican, Kabupaten Ciamis dan Padaherang Kabupaten Pangandaran.
“Gunung itu antara lain, Ambulu Bundel atau dikenal juga dengan Gunung Porang dan Geger Bentang. Keduanya dalam kondisi gundul akibat penebangan yang dilakukan Perhutani,” katanya.
Pada kesempatan itu, Nanang juga membahas soal hasil temuannya terkait program kerjasama antara Perhutani dengan masyarakat yang dibingkai dalam program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).
“Kami telah melakukan penelitian pada tahun 2006-2007, dalam kenyataannya program kawasan PHBM hanya ditanami pohon pisang. Dan sampai sekarang kondisinya masih sama. Alhasil ketika diguyur hujan, tanah terbawa air dan pohon yang ada disana tidak bisa menahannya,” katanya.
Menurut Nanang, wilayah Geger Bentang Pamarican keadaannya sama persis dengan Gunung Porang. Kala itu, air dari arah Kalijaya di sekitar Gunung Porang serta dari arah Pamarican menimbulkan genangan sehingga terjadilah banjir bandang.
Lebih lanjut, Nanang menjelaskan bahwa saat ini hutan yang ada di wilayah Ciamis, Banjar dan Pangandaran hanya terdiri atas satu jenis pohon dan merupakan hasil budi daya. Padahal, seharusnya hutan homogen merupakan hutan yang terdiri atas beraneka ragam jenis tumbuhan, dari pohon-pohon rendah sampai pohon yang tinggi. Hutan ini biasanya bersifat alami atau primer, salah satu contoh hutan hujan tropis.
“Kini, hutan alam kemudian berubah menjadi Perkebunan Jati. Saya tidak berani untuk menyatakan bahwa yang sekarang ini adalah hutan. Hutan yang ditanami pohon jati dan pohon mahoni bukan hutan, ini adalah kebun. Tidak ada namanya hutan jati, ada juga kebun jati. Dari sisi bahasanya saja sudah berbeda,” katanya.
Untuk itu, Nanang mengungkapkan, Pemerintah Kabupaten Ciamis, Pangandaran dan Kota Banjar harus segera mengevaluasi keberadaan hutan produksi yang dikelola Perhutani. Pemerintah daerah harus mendesak pemerintah pusat sesegera mungkin mengembalikan status hutan produksi menjadi hutan konservasi.
“Harus segera diajukan ke pemerintah pusat agar hutan produksi dijadikan hutan konservasi. Perhutani sudah menyatakan bahwa setiap penebangan pohon sudah sesuai dengan prosedur, itu menurut Perhutani. Namun menurut prosedur siklus alam, prosedur dengan keberadaan alam dan prosedur dengan kebutuhan kelestarian ekologi serta ekosistem itu tidak prosedural,” ungkapnya.
Soalnya, berdasarkan UU Nomor 41 Tahun 1999, pengukuhan hutan itu harus dilakukan. Pihaknya khawatir hutan produksi Gunung Sawal semakin diperluas dengan program penanaman pohon pinus. Padahal pohon pinusini mengandung lilin dan tidak menyerap air.
“Kami juga akan mendesak Pemerintah Kabupaten Ciamis, untuk segera mengajukan kepada Pemerintah Pusat agar keberadaan hutan sawal harus dijadikan hutan konservasi dan harus segera ditutup tidak boleh lagi menjadi hutan produksi,” tegas Nanang. (Tantan/Koran HR)