Ketua KTNA Pangandaran, Warino. Photo: Madlani/HR
Berita Pangandaran, (harapanrakyat.com),-
Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Pangandaran mengusulkan agar hutan produksi di Pangandaran ditiadakan. KTNA menyarankan agar status hutan produksi yang ada di wilayah kabupaten pariwisata dijadikan sebagai kawasan hutan konservatif, hutan lindung dan hutan rakyat.
Ketua KTNA Pangandaran, Warino, ketika ditemui Koran HR, Senin (17/10/2016) pekan lalu, mengatakan, sejak awal pihaknya menolak keberadaan hutan produksi. Menurut dia, sebagai kabupaten pariwisata, Pangandaran hanya harus memiliki hutan konservasi, hutan lindung dan hutan rakyat.
“Perhutani tidak perlu ada lagi di Pangandaran untuk mengelola hutan produksi. Soalnya, akibat hutan digunduli, masyarakat Pangandaran jadi terkena dampaknya, seperti banjir dan logsor yang terjadi di beberapa wilayah,” kata Warino.
Warino menjelaskan, penebangan hasil hutan rutin dilakukan setiap tahun oleh Perhutani. Padahal, pohon atau kayu jati dan mahoni baru bisa ditebang kalau sudah berusia tiga puluh tahun.
“Tapi yang sekarang ditebang kayu berdiameter 30 centimeter. Terus memangnya kayu jati dan mahoni usia 1 sampai 5 tahun bisa mengganti kayu yang ditebang setiap tahun,” tanya Warino.
Menurut Warino, karena ketidakseimbangan antara pohon yang ditanam dengan pohon yang ditebang, maka pihaknya mengusulkan agar status hutan produksi di Pangandaran ditiadakan. Selanjutnya, hutan yang ada diganti statusnya menjadi hutan konservasi, lindung dan hutan rakyat,
“Karena adanya hutan produksi lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya. Terlebih, sangat kecil konstribusinya kepada pemerintah. Apalagi masyarakat tidak memperoleh apa-apa. Selain itu, dinas yang menangani hutan di Pangandaran juga tidak pernah dilibatkan. Dengan kata lain, tidak ada pemasukan dari sektor kehutanan. Jadi sekali lagi kembalikan hutan produksi ke hutan konservasi dan hutan rakyat saja,” tandas Warino.
Terkait hutan rakyat, Warino ingin hutan yang ada diberdayakan oleh masyarakat dengan cara menanam kakao, kopi dan pala. Jenis tanaman ini tidak akan ditebang, karena bukan kayunya yang diambil, melainkan hanya buahnya saja. Dengan demikian, kelestarian lingkungan akan lebih terjamin.
“Jangan sekali-kali lagi menyalahkan petani yang menanam pala, kopi dan kakao. Kami sedang melakukan gerakan menanam kakao, kopi dan pala. Kami bertanggung jawab sepenuhnya. Kalau masih menyalahkan, kami siap dipanggil untuk berdiskusi mewakili petani,” katanya.
Pada kesempatan itu, Warino juga mempersoalkan pernyataan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) yang menyudutkan petani karena menanam pohon pala, kopi dan kakao.
“Kami tegaskan, jangan menyalahkan petani yang menanam pala, kopi dan kakao. Karena ketiga komoditi pohon ini bukan ditebang, tapi buahnya yang diambil, sehingga kelestarian lingkungan dan penghijauan akan terjamin,” katanya. (Mad/Koran HR)