Ma’ripatun sedang menjemur padi di halaman rumahnya. Musim panen sekarang ini petani mengeluhkan turunnya harga gabah kering. Photo: Andri/HR.
Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),-
Pada musim panen sekarang ini, para petani di Dusun Cimantri, Desa Purwasari, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, mengeluhkan turunnya harga gabah kering dari sebelumnya Rp.490.000 per kuintal, menjadi Rp.390.000-Rp.400.000 per kuintal.
Ma’ripatun, salah seorang petani di daerah tersebut, mengatakan, saat ini harga gabah cuma diterima bandar/tengkulak Rp.390.000 sampai Rp.400.000 perkuintal, itu pun harus memaksa kepada bandarnya.
“Sekarang semuanya pada mahal, mulai dari mulai pupuk, obatan-obatan untuk membasmi hama hingga upah buat pekerja di sawah, tapi kenapa harga gabah menurun. Petani bukannya dapat untung tapi malah buntung,” ujarnya, kepada HR Online, saat ditemui di rumahnya, Minggu lalu.
Dirinya juga mempertanyakan, kenapa pemerintah tidak bisa mempertahankan harga gabah. Kalau kondisinya selalu begitu, para petani tidak akan sejahtera sebab pengeluaran dan pemsukan tidak seimbang.
Ma’ripatun berharap, pemerintah bisa mengawal harga gabah supaya jangan dipermainkan
oleh para tengkulak/bandar. Jika hal ini dibiarkan, maka setiap masa panen para petani pun akan selalu merugi.
Senada dungkapkan Wartaka, petani lainnya, warga RT.07, RW.01, Dusun Cimantri, Desa Purwasari. Dirinya merasa heran dengan harga gabah yang tidak pernah bisa stabil karena selalu mengalami penurunan.
“Pengeluaran untuk produksi padi dari mulai mengolah sawah, pemupukan,
pembenihan sampai tanaman padi siap dipanen, para petani tidak sedikit mengeluarkan modal. Terlebih sekarang harga-harga pada mahal, dari mulai menyewa traktor, bayar upah tukang, pupuk, obatan pembasmi hama dan lainnya.
“Harga gabah selalu dihancur. Walaupun ada kenaikkan, paling cuma sekali-sekali, yang seringnya harga gabah selalu menurun,” ungkapnya.
Wartaka sangat berharap harga gabah disesuaikan dengan harga produksi. Bahkan, dirinya sebagai petani merasa tidak ada harganya lantaran harga gabah selalu jadi permainan, seolah-olah tidak ada pengawasan dari pemerinrah melalui intasi terkaitnya.
“Dengan begitu, para tengkulak atau bandar gabah seenaknya memberi harga padi. Kasihan petani kalau harga gabah terus menurun. Kapan petani bisa menimkati dan merasa sejahtera kalau begini terus,” keluhnya. (Andri/R3/HR-Online)