Warga Cijulang ini masih mempertahankan kerajinan hateup dahon. Photo : Entang Saeful Rachman/ HR
Berita Pangandaran, (harapanrakyat.com),-
Kabupaten Pangandaran memang memiliki keunikan tersendiri, mulai dari potensi alam dan budayanya. Termasuk keberadaan pohon dahon atau nipah yang kini perlu dilestarikan oleh pemerintah daerah.
Asep, warga Cijulang, ketika ditemui Koran HR, pekan lalu, tanaman dahon atau nipah (Nypa Fruticans) kini mulai sulit ditemukan. Namun di Pangandaran, tanaman dahon masih bisa dijumpai di wilayah Kecamatan Cijulang.
Menurut Asep, pohon dahon memiliki fungsi yang beragam. Dari sisi ekologi, vegetasi dahon atau nipah dapat menjaga stabilitas tanah dan mencegah erosi di tepi sungai, bengawan dan rawa-rawa.
Pohon dahon mampu menjadi penambat material sedimen. Sedangkan kaitannya dengan siklus mineral, dahon merupakan penepis angin dan peredam gelombang. Tepi pohon dahon dapat juga berfungsi memperkecil arus tsunami yang mengarah ke pemukiman.
Dulu, kata Asep, daun dahon digunakan untuk atap atau dinding rumah. Buahnya, juga bisa dijadikan minuman yang segar dan sehat. Namun sayang, kini keberadaan dahon terancam kelestariannya akibat ekploitasi berlebihan dan alih fungsi lahan.
“Atau dengan kata lain, fungsi ekologisnya dikalahkan oleh fungsi ekonomi,” kata Asep.
Sulastri, warga Cijulang, mengaku sudah sepuluh tahun ini menggeluti pembuatan kerajinan berbahan daun dahon atau di dalam bahasa sunda disebut ‘hateup’. Bahan baku daun dahon dia beli dari warga lain.
Menurut Sulastri, 50 lembar daun dahon bisa dijadikan satu buah ‘hateup’ dengan harga jual Rp. 1300. Dia mengaku terpaksa menjadi pengrajin ‘hateup’ karena di usianya yang sudah tua tidak lagi mampu mencari pekerjaan.
Warti, pengrajin ‘hateup’ lainnya, ketika ditemui Koran HR, mengatakan, di jaman modern ‘hateup’ dahon jarang dipakai. Tapi, karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dia tetap menggeluti kerajinan hateup tersebut. (Ntang/Koran-HR)