Mahasiswa UPI tengah bermain musik kolotok dengan Didin Mahidi, seniman asal Desa Margacinta, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran. Photo: Asep Kartiwa/HR
Berita Pangandaran, (harapanrakyat.com),-
Kolotok biasanya dikalungkan di leher binatang piaraan seperti sapi atau kerbau. Selain itu, kolotok digunakan sebagai ciri atau identitas hewan yang dimiliki seseorang karena suaranya yang khas. Namun, di Desa Margacinta, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran, kolotok dijadikan sebagai alat musik tradisional.
Didin Mahidi, seniman asal Desa Margacinta, mengaku terinspirasi membuat seni musik kolotok karena kolotok memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda. Selain itu, nada yang dihasilkan kolotok pun cukup beragam. Ketika kolotok dikolaborasikan dengan alat musik kecapi, keprak, batok, karinding dan kecrek, maka bertambah pula nuansa musik tradisional yang dihasilkan.
“Dari suara yang beragam tersebut ketika dikolaborasikan dengan ketukan-ketukan tertentu maka hasilnya pun menakjubkan. Apalagi disandingkan dengan alat musik lain, jelas menjadi sebuah harmoni musik yang indah,” ujar Didin kepada HR Online usai melatih mahasiswa dalam acara perpisahan KKN Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) di Desa Margacinta, Rabu (3/8/2016).
Sebagai seniman, selain bisa memainkan musik kolotok, Didin juga memaknai kolotok sebagai pesan moral manusia untuk dapat menjaga kehormatannya. Dalam lagu kolotok yang dimainkan berlaras salendro, kata kolotok dimaknai beuki kolot beuki ngolotok (semakin tua semakin berisi).
“Saya ingin menggali dan melestarikan alat musik seperti ini, karena kolotok erat sekali kaitannya dengan alat pertanian. Seni tradisional perlu dikenalkan kepada generasi muda. Selain mudah dimainkan, juga menyenangkan. Para mahasiswa UPI saja belajar hanya 3 kali latihan,” pungkasnya. (Askar/R6/HR-Online)