Berita Banjar, (harapanrakyat.com),- Batalnya rehabilitasi Kantor Kelurahan Muktisari, Kecamatan Langensari, Kota Banjar, yang direncanakan pelaksanaannya dilakukan tahun 2016, Kepala Kelurahan Muktisari, Feri Angga Kostradini, mengakui, bahwa pihaknya telah menerima informasi pembatalan tersebut. Namun, dia menyangkal bila alasan pembatalan itu karena akan dijadikan lokasi RS Paru dan Jantung.
“Ya memang betul, tahun ini Kantor Kelurahan Muktisari batal direhab. Tapi itu karena keterbatasan anggaran Pemkot Banjar. Jadi bukan karena lokasi kantor ini akan dibangun RS Paru dan Jantung,” terangnya, kepada Koran HR, pekan lalu. [Berita Terkait: Rencana Lokasi RS Paru & Jantung, Kantor Kelurahan Muktisari Banjar Batal Direhab]
Namun, Feri tak menyangkal bahwa dirinya telah mendapatkan informasi mengenai lokasi kantor kelurahan dan area sekitarnya direncanakan dijadikan lokasi pendirian RS tersebut. Menurutnya, hal itu masih sebatas wacana.
Meski demikian, pihaknya mendukung jika area kantor kelurahan dijadikan lokasi RS Paru dan Jantung. Terpenting, Pemkot Banjar memikirkan untuk pemindahan lokasi Kantor Kelurahan Muktisari dan dapat segera membangun kantor yang layak dan nyaman.
“Kami sangat mendukung dengan rencana itu, karena setidaknya dengan berdirinya RS di sini akan membawa dampak positif bagi masyarakat sekitar, terutama pemberdayaan dan peningkatan perekonomiannya,” ujar Feri.
Misalnya, muncul aktivitas bisnis seperti warung makanan dan minuman, serta barang lainnya yang dijual guna menunjang kebutuhan pasien atau keluarga pasien saat berobat. Tak ketinggalan pula peluang bisnis untuk membuka tempat penginapan/kostan.
“Pokoknya, rencana itu jangan sampai merugikan warga. Jadi dalam pembangunannya nanti salah satunya harus memperhatikan analisa dampak lingkungan atau Amdal, seperti halnya limbah medis,” tandasnya.
Menurut Feri, bagaimana pun pendirian RS harus bersih. Sebab, tempat pelayanan kesehatan harus dirancang, dioperasikan serta dipelihara dengan sangat memperhatikan aspek kebersihan bangunan dan area sekitar, baik fisik, sampah, limbah medis dan sejenisnya.
Intinya, pendirian RS bersifat komplek yang harus memperhatikan berbagai asfek, antara lain budaya, prilaku masyarakat, kondisi lingkungan, sosial dan tentunya teknologi kekinian. (Nanks/Koran-HR)