Nek Iwing (60), hidup seorang diri di gubuk yang berada di bawah lereng Gunung Sangkur, Lingkungan Sukamanah, Kel/Kec. Pataruman, Kota Banjar. Photo: Muhafid/HR
Berita Banjar, (harapanrakyat.com),-
Di pinggiran hutan jati di lereng Gunung Sangkur, Lingkungan Sukamanah, Kelurahan Pataruman, Kecamatan Pataruman, Kota Banjar, Jawa Barat, terlihat sebuah gubuk berkuran sekitar 2 x 4 meter. Di situ tinggal seorang nenek berperawakan kurus berusia 60 tahun yang hidup sebatang kara, Iwing namanya.
Saat Koran HR berkunjung, Jum’at (08/04/2016) lalu, nenek tersebut mengaku bahwa suaminya sudah 15 tahun meninggal dunia, dan dia tidak dikaruniai anak. Adapun keluarganya yang lain tinggalnya cukup jauh, sehingga Iwing harus mampu bertahan hidup seorang diri.
Gubuk tempat Nek Iwing tinggal sangat sederhana. Semua bagian dindingnya menggunakan bilik bambu, itu pun kondisinya sebagian sudah banyak yang bolong akibat lapuk dimakan usia.
Di musim hujan seperti sekarang ini, Nek Iwing harus pasrah ketika tetesan air hujan masuk ke dalam rumahnya melalui sela-sela atap genteng. Dia juga hanya bisa bertahan di atas tikar yang telah usang. Tidak banyak yang bisa dilakukan Nek Iwing, meskipun hawa dingin lereng Gunung Sangkur menusuk tubuh kurusnya yang terbungkus kulit keriput.
Sementara di bagian dapur tampak beberapa jerigen berjejer. Tak ada sumur apalagi saluran air PDAM di rumahnya. Untuk kebutuhan mandi, nyuci serta buang hajat, dia harus menumpang ke rumah tetangganya yang jaraknya cukup jauh.
Sedangkan, air bersih untuk kebutuhan masak dan minum diangkutnya dengan menggunakan jerigen. Cape pasti, tapi begitulah adanya hidup Nek Iwing. Rumahnya pun numpang di tanah orang.
“Mau makan mas,” tanya Nek Iwing, kepada HR, dengan ucapan terbata-bata. Terlihat di atas piring segunduk nasi dengan tiga ekor ikan teri yang ukurannya tidak begitu besar, hanya sebesar pensil.
Kepada Koran HR, nenek yang tinggal di RT. 1, RW 12, Lingkungan Sukamanah ini menceritakan kejadian pencurian yang membobol bilik bagian belakang rumahnya, pada Kamis malam (07/04/2016).
“Saya padahal tidak punya apa-apa, kok ada yang mau mencuri. Bilik yang dirusak pencuri sudah saya perbaiki dengan papan bekas,” tuturnya.
Untuk mendapatkan kebutuhan makan sehari-hari, Nek Iwing terkadang bekerja menjadi buruh tani di sawah, meskipun usianya sudah tidak muda lagi. Namun ketika tidak ada pekerjaan, Nek Iwing hanya mencari kayu bakar di Gunung Sangkur.
Selain itu, matanya yang mulai rabun memaksa dirinya bertahan hidup dengan mengharapkan rizki dari Tuhan melalui bantuan orang lain. Tetapi itu pun tidak menentu. “Kadang ada yang kasih uang atau beras. Ya seadanya saja saya tetap bersyukur. Sampai sekarang saya belum pernah mendapat bantuan apa-apa dari pemerintah,” imbuh Nek Iwing.
Menanggapi kehidupan Nek Iwing yang memprihatinkan itu, Santo, salah seorang tetangganya, merasa iba dengan kondisi kehidupan nenek tersebut. Karena hidupnya sendiri dan keluarganya jauh, bahkan belum pernah mendapatkan pehatian pemerintah.
“Makanya tetangga kadang ngasih sembako atau apapun. Tapi tidak selamanya begitu. Saya berharap pemerintah bisa membantu meringankan beban hidup Nek Iwing. Biar lebih puas, silahkan saja datang ke rumahnya,” kata Santo. (Muhafid/Koran-HR)