Berita Banjar (harapanrakyat.com),- Diusianya yang ke-13 tahun ini, Kota Banjar belum memiliki produk unggulan yang berdaya saing. Hal ini menjadi kekhawatiran sekaligus pertanyaan bagi masyarakatnya sendiri, akan mampukah Banjar bersaing dengan Kabupaten Pangandaran sebagai daerah Bisnis Development Center (BDC).
Permasalahan tersebut ditanggapi mantan pejabat Pemkot Banjar, drh. Yayat Supriatna. Menurut dia, pada kenyataannya memang Kota Banjar tidak memiliki produk unggulan. Untuk itu, Pemkot Banjar harus tergerak mendorong dan memacu SDM yang kreatif.
“Potensi SDM-nya yang harus dipacu oleh pemkot agar mampu menciptakan produk unggulan. SDM yang kreatif dan inovatif akan menghasilkan karya kreatif dan mendapatkan nilai ekonomis,” katanya, kepada Koran HR, Senin (22/02/2016) lalu.
Artinya, lanjut Yayat, perlu diingat bahwa sebuah produk unggulan atau brand, dapat memberikan dampak ekonomi dan bisnis yang luar biasa, sehingga perlu disikapi secara arif oleh Pemkot Banjar.
Selain itu, pemkot juga harus membuka kran informasi, komunikasi dan sebagainya. Dimana bakat-bakat masyarakat yang dimiliki mampu tumbuh berkembang sekaligus didorong, mulai dari kalangan senimannya, pelaku IKM, serta infrastruktur penunjangnya.
Menurutnya, menjalankan agropolitan budidaya di Banjar tidak akan bisa, tapi bagaimana menciptakan sentra-sentra perdagangan atau agrobisnis. Seperti sekarang sudah tumbuh terlihat, contohnya pepaya California, walaupun baru sebatas menjual buahnya atau bahan bakunya saja.
“Mesti diupayakan agrobisnisnya dengan dibuat saos atau manisan, itu harus didorong dan ditopang kreatifitas masyarakatnya. Kemudian, produk olahan lainnya seperti Rangicok, perlu dikembangkan, bagaimana supaya bisa dikenal cita rasa atau khas Banjar. Namun, itu pun sama memerlukan kreatifitas, dari mulai pengolahan sampai pengemasannya.
Selanjutnya, selain dipasarkan ke luar daerah, juga perlu membangun outlet-outletnya di Kota Banjar sendiri. Jangan sampai Kota Banjar hanya sebagai daerah perlintasan saja bagi mereka yang hendak pergi ke Jateng, Ciamis dan Pangandaran.
Yayat mengakui, bahwa Kabupaten Pangandaran memang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA), seperti potensi pariwisata dan perikanan. Sehingga tidak aneh kalau Pangandaran dijadikan BDC, terlebih mempunyai destinasi pariwisata internasional.
“Sedangkan Kota Banjar wilayahnya tidak ditunjang SDA yang mumpuni. Makanya penguatan SDM yang diperlukan agar mampu bersaing dan tidak terlampui akan kemajuan Kabupaten Pangandaran,” ujarnya.
Jika ada orang yang khawatir hal itu akan terjadi, menurut Yayat, itu syah-syah saja. Tapi dirinya meyakini kalau Banjar ini tidak akan terlampaui kemajuannya oleh Pangandaran, asal ditopang dengan SDM yang kreatif.
“Banjar dan Pangandaran itu berbeda dan sama-sama memiliki potensi tersendiri. Jadi hemat saya sebagai warga Banjar, justru persaingan bukan pada SDA tapi pada SDM. Tinggal bagaimana kearifan Pemkot mendorong masyarakatnya memiliki kompetensi semakin canggih,” tandasnya.
Tanpa dipungkiri juga, dengan tumbuhnya Pangandaran bisa menjadi peluang dan bisa juga menjadi ancaman. Tetapi menurutnya, saling kerjasama dan melengkapi itu lebih penting. Alternatifnya, jika di Pangandaran tidak ada, maka di Banjar disediakan. Seperti halnya jasa perdagangan atau agrobisnis.
“Jadi harus mampu menunjukan image atau brand, ini lho Banjar. Jangan hanya memiliki BWP, tapi harus diintegrasikan pengembangannya, termasuk Situ Mustika dan Situ Leutik,” ujarnya.
Bila tidak diantisipasi, bukan akan terlampaui oleh Pangandaran, tetapi Banjar akan kehilangan peluang. Untuk itu, stakeholder harus banyak berdiskusi dengan mengundang para ahli di bidangnya masing-masing, maupun berdiskusi dengan tokoh masyarakat Banjar.
Pasalnya, dengan berdiskusi akan menciptakan keterbukaan informasi, ide, gagasan dan saran, untuk memunculkan Banjar ini memiliki ikon. Identifikasi kekhawatiran dan permasalahan yang ada, lalu dijawab dengan program. (Nanks/Koran-HR)