Sekretaris LSM Pelangi, Tonton Adipraja, saat berkunjung ke rumah Tarman Maulana (56), dan Darti (55), warga miskin di Dusun Pananjung Barat, RT.9/2, Desa Sinartanjung, Kecamatan Pataruman, Kota Banjar. Photo: Hermanto/HR
Berita Banjar, (harapanrakyat.com),-
Di saat Pemkot Banjar terus membantu membangun rumah tidak layak huni (Rutilahu) bagi warga miskin, ternyata masih banyak dhuafa yang tinggal di gubuk reyot.
Sedih dan pasrah. Itulah yang terpancar dari raut muka warga miskin pasangan suami istri Tarman Maulana (56), dan Darti (55). Mereka berdua menempati sebuah gubuk reyot di Dusun Pananjung Barat, RT.9/2, Desa Sinartanjung, Kecamatan Pataruman, Kota Banjar.
Dengan raut muka sedih, pasangan suami istri itu menceritakan awal mula menetap di dusun tersebut. Menurut Tarman, sebelum menetap jadi warga Desa Sinartanjung, ia dan istrinya tinggal di wilayah Desa Balokang, Kecamatan Banjar. Namun, pada tahun 1998 pindah ke Dusun Pananjung, yaitu rumah yang ditempatinya sekarang.
Sebelumnya Tarman bekerja sebagai pengrajin batu bata. Namun nahas, pada tahun 2002 Tarman terkena penyakit stroke hingga sekarang. Bahkan, kaki sebelah kirinya terus mengecil. “Sejak sakit saya tidak bisa apa-apa, dan terpaksa istri saya yang mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,” tutur Tarman, kepada HR, Selasa (05/01/2016).
Semenjak suaminya menderita sakit stroke selama 14 tahun, kini Darti pun bertekad untuk mengubah nasib hidupnya. Guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Darti ikut bekerja sebagai buruh mencetak batu bata di tetangganya.
Penghasilannya per hari hanya Rp.20 ribu, itu pun jika ia mampu mencetak hingga 500 buah batu bata. Sedangkan, jika kurang dari 500 buah maka Darti hanya mendapat upah Rp.10.000 sampai Rp.15.000 saja per harinya.
Dari penghasilannya itu, jangankan untuk memperbaiki rumah, untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari saja morat-marit. Padahal, kondisi rumah yang ditempati kedua pasangan miskin ini sungguh sangat memprihatinkan.
Jika turun hujan, mereka berdua selalu kedinginan karena bagian atap rumah sudah lapuk dan bocor. Lebih parahnya lagi, kepedihan mereka selama 14 tahun hidup di bawah garis kemiskinan, sama sekali belum tersentuh uluran tangan dari pemerintah.
Hal tersebut dibenarkan Ketua RT setempat, Cartam (45). Dia mengaku pernah mengajukan program RTLH ke Pemkot Banjar. Namun, sudah 6 tahun ajuan tersebut belum mendapat realisasi dari pemerintah. “Dari dulu saya sudah ajukan, tapi sampai saat ini belum ada realisasi dari Pemkot Banjar,” ujar Cartam.
Potret kemiskinan yang terjadi di Kota Banjar ini, membuat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pelangi Kota Banjar, terketuk untuk mendatangi rumah tersebut dan memberi bantuan. Bantuan yang diberikan berupa uang dan matrial bangunan, seperti semen, bilik bambu, kayu dan lain-lain.
“Kami tergerak untuk membantu meski tidak maksimal, dan kami akan mendorong Pemkot Banjar untuk secepatnya membantu rumah warga miskin supaya masuk dalam program Rutilahu,” kata Sekretaris LSM Pelangi, Tonton Adipraja.
Pihaknya berharap kepada Pemkot Banjar, semua rumah warga miskin yang ada di wilayah Kota Banjar, harus lebih diperhatikan dan diutamakan. Karena, banyak sekali program Rutilahu yang ternyata tidak tepat sasaran.
“Kami ingin bekerjasama dengan Pemkot Banjar, supaya program-program seperti Rutilahu tepat sasaran. Kalau pembangunan insfratruktur sudah semakin pesat, kondisi perekonomian pun harus lebih meningkat dari tahun-tahun sebelumnya,” tandas Tonton. (Hermanto/Koran-HR)