Ilustrasi. Foto: Ist/Net
Berita Banjar, (harapanrakyat.com),-
Guna meningkatkan cakupan tes HIV, meningkatkan cakupan terapi antiretroviral atau ART, serta meningkatkan retensi terhadap ART, Kementerian Kesehatan RI telah meluncurkan inisiatif penggunaan Antiretroviral (ARV) untuk pengobatan dan pencegahan, atau dikenal dengan Strategic Use of ARV (SUFA) sejak pertengahan tahun 2013. SUFA dilaksanakan secara bertahap di sejumlah kabupaten/kota di Indonesia.
Di Kota Banjar sendiri, SUFA akan mulai diterapkan pada awal tahun 2016. Untuk itu, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Banjar, bekerjasama dengan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) dan Dinkes Provinsi Jawa Barat, menggelar kegiatan workshop SUFA atau Penggunaan ARV Sebagai Pengobatan dan Pencegahan HIV Melalui Layanan Komprehensif Berkesinambungan.
Kegiatan tersebut dilaksanakan selama dua hari, yakni dari Senin-Selasa (30/11-01/12/2015) lalu, bertempat di Restauran Pringsewu, dan pesertanya melibatkan dari pihak Puskesmas, Bappeda, Dinsos, Disdik, Dishub, RSU, KPA, LSM, kader serta perwakilan dari komunitas beresiko tinggi.
Sedangkan, narasumber yang memberikan materi dalam kegiatan tersebut diantaranya Landry Kusmono dari KPA Prov. Jabar, Rosi Nurcahyani dari Dinkes Prov. Jabar, dan Rudi Amin dari PKBI Jabar.
Adapun materi yang diberikan meliputi Roadmap dan Permenkes No.21 tahun 2013 dan No.87 tahun 2014 (Inisiasi ARV) SUFA dalam LKB. Selanjutnya, pembelajaran, tantangan, rekomendasi, implementasi SUFA di 11 kabupaten/kota, Peran Komunitas dalam Pelaksanaan SUFA, Situasi Program TB-HIV dan PPIA dalam LKB, serta materi tentang Indikator Monev SUFA dan Analisis Casecade.
Pemateri dari KPA Prov. Jabar, Landry Kusmono, memaparkan, bahwa SUFA implementasinya menekankan pada TOP, yaitu Temukan, Obati, dan Pertahankan. Dalam hal ini, temukan yang positif memiliki arti menawarkan tes HIV kepada orang yang memiliki perilaku berisiko.
Selain itu, juga menawarkan tes HIV rutin pada ibu hamil, pasien TB, Hepatitis, IMS, dan kepada pasangan ODHA. Bagi populasi kunci yang status HIV-nya masih negatif, maka harus dilakukan tes ulang minimal 6 bulan sekali.
Kemudian, obati yang telah ditemukan, yaitu memberikan pengobatan terhadap mereka yang sudah memenuhi kriteria, diantaranya mulai pengobatan ARV secara dini jika jumlah CD4 350, atau memulai pengobatan ARV tanpa melihat jumlah CD4-nya pada ODHA dengan stadium klinis AIDS 3 atau 4, ibu hamil, pasien TB, pasien Hepatitis, serta populasi kunci yang HIV positifnya.
Obat ARV dapat berupa kombinasi sejumlah obat atau obat Kombinasi Dosis Tetap atau Fixed Dose Combination (KDT/FDC). Sebab, semakin dini penderita HIV diberikan antiretroviral, maka jumlah virus dalam darahnya akan menurun, sehingga resiko penularan kepada orang lain berkurang. Dengan begitu, maka mutu hidupnya pun akan menjadi lebih baik.
“Yang terakhir adalah Pertahankan yang Diobati. Artinya, memastikan pasien patuh minum obat seumur hidup, yaitu dengan memberikan pendampingan terutama pada awal pengobatan, dan memberikan dukungan yang tepat, baik dari keluarga, komunitas, kelompok dukungan sebaya dan layanan kesehatan,” terang Landry. (Eva/Koran-HR)