Jembatan gantung di Dusun Margajaya, Desa Margacinta, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran, menjadi satu-satunya akses penghubung dengan kantor Desa Margacinta. Photo: Asep Kartiwa/HR.
Berita Pangandaran, (harapanrakyat.com),-
Dusun Margajaya, Desa Margacinta, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran, terisolir sejak ratusan tahun. Hal itu diungkapkan Kepala Desa Margacinta, H. Edi Supriadi, kepada HR, Selasa (24/11/2015).
Edi mengatakan, di desanya ada sebuah dusun, yakni Margajaya, yang sejak Indonesia merdeka belum pernah merasakan mulusnya jalan, apalagi sampai diaspal. Bahkan, pembangunan jalan rabat beton yang baru bisa dianggarkan di tahun 2015 ini baru mampu terealisasikan 20 persen dari jalan desa yang ada.
“Dusun tersebut telah berdiri bersama dengan berdirinya Desa Margacinta, yakni tahun 1870. Awalnya memang Dusun Margajaya itu satu dusun dengan Dusun Cidawung, Desa Margacinta, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Ciamis, saat itu. Tapi pada tanggal 20 Juni 1979, Dusun Cidawung dimekarkan menjadi tiga dusun setelah disepakati warga, yakni Dusun Pangancraan, Cidawung dan Dusun Margajaya,” tuturnya.
Lanjut Edi, dusun yang menjadi daerah asal seni tradisional Badud ini terisolir oleh Sungai Cijulang. Satu-satunya penghubung ke kantor Desa Margacinta harus melewati jembatan gantung. Tentu saja jembatan gantung ini tidak bisa digunakan oleh kendaraan roda empat.
Jembatan gantung hanya bisa dilewati sepeda motor dan pejalan kaki. Jika akan melaksanakan upacara kemerdekaan RI, warga yang ingin berangkat rombongan dengan truk atau kendaraan roda empat harus melewati 4 desa tetangga, yakni Desa Cibanten, Desa Kertayasa, Desa Cijulang dan Desa Kondangjajar, baru sampai di Desa Margacinta.
“Lebih parah lagi kalau ada orang sakit yang perlu segera mendapat pertolongan medis, itu sangat sulit ditangani. Karena untuk bisa sampai ke Puskesmas terdekat pun jalannya jauh dan harus memutar,” terang Edi.
Selain itu, bagi anak-anak yang akan berangkat sekolah, juga harus menyeberangi jembatan gantung yang sama, atau melewati jembatan bambu yang dibuat seadanya, yaitu hanya disandarkan pada pohon.
Jarak yang ditempuh dari blok rumah penduduk di Dusun Margajaya ke sekolah sekitar dua kilo meter. Terkadang jembatan penyeberangan bambu tersebut tak dapat dilewati jika terjadi banjir.
“Mata pencaharian penduduk di Dusun Margajaya kebanyakan bertani dan berkebun. Untuk mengangkut hasil pertanian, mereka juga terkendala oleh jalan yang berputar untuk sampai di Pasar Cijulang atau Pasar Parigi,” kata Edi. (Askar/Koran-HR)