Almarhum Yoyo Sutaryo dan istrinya Teti, saat tengah mempersiapkan berangkat menunaikan ibadah haji, di rumahnya, di Dusun Pengkolan RT 23/RW 07 Desa Sindangkasih, Kecamatan Sindangkasih, Kabupaten Ciamis, beberapa waktu lalu. Foto: Dokumentasi Keluarga Almarhum Yoyo Sutaryo untuk HR Online
Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),-
Setelah terjadi tragedi Mina, di Mekah Arab Saudi, Kamis (24/09/2015) lalu, yang menewaskan ribuan jemaah yang tengah menjalani ibadah haji, sontak membuat Sandi (21), warga Dusun Pengkolan RT 23/RW 07 Desa Sindangkasih, Kecamatan Sindangkasih, Kabupaten Ciamis, panik. Pasalnya, pasca tragedi itu terjadi, dia menjadi kesulitan menghubungi kedua orangtuanya yang tengah menjalani ibadah haji.
Kepanikan Sandi kian bertambah, ketika mendapat informasi dari pemberitaan televisi bahwa jemaah haji yang satu rombongan (Kloter 61 KBIH Persis Kota Bandung) dengan orangtuanya, menjadi korban dalam tragedi tersebut. [Baca juga: Jemaah Haji Ciamis yang Meninggal dalam Tragedi Mina Bertambah]
Setelah dua hari menunggu kabar orangtuanya dari tanah suci, pada Sabtu (26/09/2015) sore, telepon genggam Sandi berdering. Ternyata, nomor telepon sang ayah yang menghubungi. Dia pun langsung sumringah.
Saat teleponnya diangkat, terdengar suara seseorang menyapa. Namun suara dibalik telepon itu tak mirip dengan suara ayahnya. Sandi pun terkejut. Tetapi orang dibalik telepon itu langsung memperkenalkan diri bahwa dia adalah teman ayahnya, sesama jemaah haji, bernama Yayat Ahdiat.
Ternyata, Yayat menghubungi Sandi, untuk menyampaikan kabar duka. Ayahnya Sandi, Yoyo Sutaryo (68), meninggal saat terjebak dalam tragedi Mina yang menewaskan ribuan jemaah haji. Sandi pun langsung terpukul. Yayat kemudian menyampaikan informasi kembali bahwa Ibunya Sandi, Teti, selamat dalam tragedi tersebut.
Ditemui HR Online, di rumahnya, Minggu (27/09/2015), Sandi menuturkan bahwa ayah dan ibunya berangkat ibadah haji pada tanggal 13 September 2015 lalu. Kedua orangtuanya, lanjut dia, berangkat menunaikan ibadah haji bersama besannya (mertua kakaknya), yakni Kuswandi dan Imas Masitoh.
“Informasi dari Pak Yayat bahwa Ibu Imas Masitoh juga meninggal dalam tragedi tersebut. Sementara suaminya, Pak Kuswandi, hingga saat ini masih dinyatakan hilang,” katanya.
Sandi menceritakan, berdasarkan informasi dari Yayat, ayahnya saat itu terjebak dalam antrian panjang ribuan manusia di Mina. Saat kondisi ayahnya lemah dan kemudian jatuh pingsan, kabarnya terinjak-injak oleh ratusan jemaah haji dari Negara lain.
“Orang yang pertama kali menemukan jenazah ayah saya adalah Pak Yayat. Dia langsung membawa jenazah Ayah ke rumah sakit untuk dipulasara,” ujarnya.
Sementara itu, Teti, Ibunya, selamat dalam tragedi tersebut, meski sempat dilarikan ke rumah sakit. Menurut Sandi, ibunya sudah memberi kabar lewat telepon bahwa kondisinya sudah membaik. “ Alhamdulilah, Ibu saya selamat dan sudah bisa kembali menjalankan aktivitas ibadah haji. Ibu kamarin mengabarkan bahwa dia akan pulang ke tanah air pada tanggal 24 Oktober 2015 mendatang,” katanya.
Sandi mengatakan, dari informasi yang disampaikan Yayat bahwa kedua orang tuanya bersama rombongan saat itu khendak menjalankan ritual lempar jumrah di Mina.
Namun, saat memasuki kawasan Mina, tiba-tiba jalur menuju akses masuk dialihkan ke jalur lain oleh pihak keamanan setempat. Ternyata, jalur itu berlawanan dengan gelombang ribuan jemaah dari negara lain yang khendak keluar Mina.
“Akhirnya, saat itu terjadi kericuhan, karena ribuan manusia dari dua arah berlawanan bertemu dalam satu jalur. Saat peristiwa itulah, ayah terjatuh dan terinjak-injak oleh ratusan jemaah dari Negara lain,” terangnya.
Namun begitu, Sandi mengaku sudah menerima takdir, meski kesedihan ditinggalkan sang ayah masih sulit dilupakan. “Mau tidak mau saya harus menerima takdir ini, meski sebenarnya masih terpukul. Saya berharap ibu pulang ke kampung halaman dengan selamat. Sementara saudara saya yang dinyatakan hilang semoga cepat ditemukan,” pungkasnya. (Taufan/R2/HR-Online)