Alur Cileueur di daerah Caringin, Sukamaju, Baregebeg di musim kemarau. Foto: Suherman DS
Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),-
Pejabat Direktur PDAM Tirta Galuh, Cece Hidayat didampingi Kabag Pengawasan Internal, Ade Supriatna, ketika ditemui Koran HR belum lama ini, menyebutkan, debet air baku Cileuer saat normal berkisar antara 100-120 liter/detik, namun jika musim kemarau turun menjadi 70-80 liter/detik, bahkan terkadang mencapai 30 liter/detik. Akibatnya dalam waktu dua tahun terakhir tercatat dua ribu pelanggan di daerah yang topoghrafinya relatif tinggi memutuskan berhenti berlangganan karena tidak menerima pasokan sama sekali.
Meski daya tampung instalasi pengolahan di Sindangrasa sudah ditingkatkan dari 120 liter/detik menjadi 200 liter/detik, kata Cece, namun pihaknya belum mampu berbuat banyak. Terkecuali jika bangunan intake kedua di Gunungcupu yang ditangani Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citanduy berikut penyempurnaan pipa jaringan sepanjang 12 kilometer yang dikerjakan sejak Juni 2015 pengerjaannya rampung pada tahun ini.
Menurut dia, selain dapat meraup sejumlah pelanggan baru, bangunan intake itupun dimungkinkan dapat mengatasi permasalahan setiap tahun jika kemarau. Selain itu, juga dapat memperbaiki pelayanan kepada para pelanggan. Sementara dari intik pertama di Gunungcupu dapat melayani 7500 pelanggan untuk cabang Sindangkasih dan sekitarnya.
“Upaya untuk mengganti pelanggan yang mengundurkan diri sekaligus meningkatkan pelayanan, tahun ini PDAM Tirta Galuh membuka program sambungan murah atau program hibah air minum. Calon pelanggan cukup membayar Rp 38.000,-/orang dari tarif yang berlaku Rp 1,095.000,-,” ujar Cece Hidayat.
Dari informasi yang berhasil dihimpun Koran HR, Sungai Cileueur berasal dari kaki Gunung Sawal mengalir tenang ke hilir. Di daerah Cadasngampar, Dusun Cilopadang, Desa Gunungsari, Kecamatan Sadananya, air Cileueur terlihat jernih mengalir dengan suara khas melewati onggokan batu berwarna hitam yang besarnya bervariasi terhampar di perut sungai. Di daerah hilir setelah lewat perbukitan situs Susuru, Desa Kertabumi, Cijeungjing sungai Cileueur menyatu dengan sungai Cimuntur kemudian masuk Sungai Citanduy.
Dahulu sungai Cileueur terkenal dengan sebutan caah dengdeng (banjir mendadak-red) bersamaan datang musim penghujan. Entah berapa korban jiwa karena hanyut terseret arus deras. Sepanjang alur sungai Cileueur terdapat sejumlah leuwi kedalaman bervariasi. Antara lain leuwi taneuh belakang Mapolsek Ciamis, leuwi masang belakang gedung Setda Ciamis dan beberapa leuwi lainnya ke arah timur.
Leuwi taneuh terkenal memiliki ulekan (putaran) di bagian tengah sehingga jangankan yang masih belajar berenang, namun yang sudah mahir pun jika sudah lelah atau mendadak kram terkadang terseret ulekan dan jiwanya tidak tertolong lagi. Namun begitu, setiap musim kemarau leuwi taneuh dan leuwi lainnya digunakan warga untuk mencuci pakaian, perabotan rumah tangga, mandi dan berenang.
Jika tiba musim kemarau sejumah leuwi Cileueur yang menjadi habitat berbagai jenis ikan spesipik sungai diparak masyarakat. Sebelumnya ke dalam leuwi itu dimasukan ampas karbit, kapur dan jenis lainnya. Beberapa saat kemudian setelah terlihat banyak ikan menyembul dipermukaan karena “mabok”. Selanjutnya ramai ramai ditangkap menggunakan jala dan peralatan lainnya bahkan ada pula hanya menggunakan keterampilan tangan. Sorak sorai dan tepuk tangan warga yang menonton dari darat seakan menambah keramaian suasana hari itu.
“Marak ikan di sungai Cileueur jika musim kemarau sampai sekarang masih melekat dalam ingatan,” kenang sejumlah warga Janggala.
Namun begitu, karena faktor alam dan penyebab lain sejumlah leuwi sungai Cileueur berangsur angsur dangkal dan sekarang hanya tinggal nama dan bekasnya. Menjelang tahun delapan puluhan Badan Pengelola Air MInum (BPAM) Ciamis membangun intake yakni bangunan penyadap air baku dekat bendungan ampera.
Sejak saat itu air baku (permukaan) sungai Cileueur selain digunakan mengairi kolam dan sawah masyarakat, juga untuk para pelanggan BPAM setelah terlebih dahulu melalui proses pengolahan di instalasi Sindangrasa.
Dalam perjalanannya BPAM berubah menjadi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Galuh dan pelanggannya terus bertambah. Namun begitu, bila tiba musim kemarau debet air baku Cileueur menurun drastis, dan itupun berebut kepentingan dengan masyarakat. Maka, pasokan kepada para pelanggan PDAM TDirta Galuh sistem bergilir itu pun tidak maksimal.
Terlebih lagi bagi para pelanggan di daerah ketinggian tertentu tidak mendapat pasokan sama sekali. Kondisi seperti itu menjadi persoalan klasik yang mengemuka setiap tahun dan sampai sekarang belum dapat diatasi. Dimana letak permasalahannya? (Suherman.DS/Koran-HR)