Aktifitas jual beli di salah satu toko distributor kedelai yang ada di Pasar Karang Taruna Banjar, tampak masih berjalan normal, meskipun nilai rupiah semakin terpuruk. Photo: Nanang Supendi/HR
Berita Banjar, (harapanrakyat.com),-
Kegiatan transaksi di pasar tradisional Kota Banjar masih terlihat berjalan normal, meskipun dalam satu minggu terakhir ini rupiah semakin melemah hingga mencapai Rp.14 ribu lebih per dollar AS.
Pada beberapa komoditas memang terjadi kenaikan harga, kendati naiknya tidak signifikan, salah satunya yakni kedelai. Seperti dikatakan Teti, bagian kasir Toko Pantes, salah satu toko distributor kedelai di Pasar Karang Taruna Banjar, kepada HR, pekan lalu.
Dia menyebutkan, akibat kurs dollar naik, sejak tanggal 13 Agustus lalu, harga kedelai pun ikut naik dari Rp.7.200 per kilogram menjadi Rp.7.500. Meski begitu, namun aktivitas transaksi berjalan seperti biasa.
“Para konsumen, terutama pengusaha atau pengrajin tahu tempe, jumlah belanjaannya tetap masih normal. Pada setiap pengiriman 1 mobil truk bertonasi 30 ton kedelai, kami mampu menjual habis dalam 2 sampai 3 hari. Setiap harinya terjual sekitar 12 ton, terbagi oleh para pembeli eceran sebanyak 2 ton dan di luar eceran sebesar 10 ton,” tuturnya.
Menurut Teti, berdasarkan pengamatannya, atas kenaikkan harga kedelai, memang ada beberapa pengrajin tahu tempe yang mengecilkan ukuran dagangannya. Kemungkinan hal itu dilakukan para pengusaha tahu dan tempe untuk mensiasati agar mereka tetap mendapatkan keuntungan seimbang.
Artinya, dengan kenaikkan harga kedelai yang hanya Rp.300 per kilogram, maka masih terbilang stabil. Beda halnya jika harga jual melebihi Rp.7.500, kemungkinan para pengusaha tahu tempe akan kompak mengurangi ukurannya.
“Dibilang stabil karena memang stock kedelai selalu tersedia, dan kami dikirim secara rutin. Hal ini dipengaruhi petani kedelai di Amerika yang sedang masa panen. Jadi, meski dollar naik, kenaikan harga kedelai tidak terlalu tinggi,” ujar Teti.
Sementara itu, Neli Agustin, salah satu pengrajin tahu asal Desa Balokang, mengaku, dirinya masih normal melakukan usaha dan bertransaksi di pasar. Begitu pun dalam membeli bahan baku berupa kedelai, dimana setiap harinya dia membutuhkan sekitar 2 ton kedelai.
Dia juga mengaku, sampai saat ini belum mengurangi ukuran tahu hasil produksinya. Karena, bila tidak kompak dengan pengrajin tahu tempe lainnya, maka Neli tidak berani mengecilkan ukuran.
“Lagian saya takut kehilangan pelanggan, terlebih harga kedelai naik juga tidak melonjak, hanya naik 300 rupiah per kilonya, dan itu masih dianggap stabil,” ujarnya.
Dengan tidak dikuranginya ukuran tahu yang diproduksinya, Neli pun tak menampik bahwa memang hal itu sedikit mengurangi laba yang didapat. Namun, dirinya menganggap ini sebuah resiko. Sebab, dari pada ditinggal pelanggan, lebih baik kehilangan sedikit pendapatan. (Nank/Koran-HR)