Ilustrasi. Foto: Ist/Net
Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),-
Mengacu hasil musyawarah terkait dugaan penyalahgunaan anggaran yang dilakukan oleh perangkat Desa Kutawaringin, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Ciamis, meninggalkan goresan kekecewaan bagi masyarakat. Kekecewaan itu muncul karena adanya islah yang disepakati segelintir tokoh masyarakat yang mewakili mereka.
Padahal, sedari awal penggalangan dukungan berupa pembubuhan tanda tangan yang dilakukan oleh lapisan masyarakat, ditujukan untuk mengawal agar masalah penyalahgunaan yang dilakukan secara berjamaah oleh aparatur Pemerintahan Desa Kutawaringin itu, terus dikawal dan diproses secara hukum. [Baca juga: Warga Ungkap Dugaan Korupsi di Desa Kutawaringin Ciamis]
Dalam kenyataannya, kini masyarakat Desa Kutawaringin yang telah memberikan tanda tangan merasa dikhianati oleh para perwakilan mereka yang datang dalam acara Audensi tersebut. sebelum audensi digelar, sejumlah tokoh mengajak masyarakat untuk terus mendesak agar Kepala Desa mengundurkan diri dari jabatan, serta mengawal proses hukumnya. Tapi kini justru malah seakan terhenti dan malah memilih menyetujui terjadinya islah.
“Saya merasa kecewa atas keputusan yang diambil oleh para perwakilan masyarakat ini. Semestinya mereka menjaga komitmen kebersamaan untuk mengawal proses hukum yang terhadap aparat desa jelas sudah terbukti pelanggarannya. Saya juga merasa kecewa, kenapa audensinya diadakan di kecamatan, kenapa tidak di Kantor Desa saja. Kalau di kantor desa kan warga yang lain bisa ikut menyaksikan penjelasan dari para penjilat uang rakyat itu,” terang Poniman (40), kepada Koran HR, pekan lalu.
Kekecewaan masyarakat tersebut kini menyebar melalui mulut ke mulut, hingga akhirnya muncul ketidakpercayaan terhadap tokoh masyarakat yang menjadi perwakilan saat audiensi. Gara-gara hal itu, masyarakat kini mulai enggan untuk memberikan dukungan atau mengikuti ajakan tokoh masyarakat.
“Kalau tau akan terjadi seperti ini, saya males untuk memberikan dukungan dan memberikan tanda tangan. Ini jelas pelanggaran etika yang harus dipertanyakan. Dari awal juga saya mempunyai dugaan, kalau penggalangan tanda tangan ini hanya untuk kepentingan diri seseorang atau golongan yang mengatas namakan masyarakat. Kalau mau usut tuntas kasus yang sudah membuat gerah warga, ya pengajuannya jangan tanggung-tanggung dan mentok hanya dengan cara seperti ini,” tandas Poniman.
Ketua BPD Desa Kutawaringin, Katim Husaenudin, saat dihubungi HR, melalui telpon selulernya, Selasa (12/05/2015) lalu, mengaku baru mendengar adanya kembali riak di masyarakat terkait upaya islah yang dilaksanakan di kantor kecamatan, minggu lalu itu. Pihaknya akan mencoba berkoordinasi dengan lembaga lainya yang ada di desa termasuk dengan Camat.
Katim menuturkan, pihaknya memang belum sepenuhnya melakukan tindakan lebih jauh sebagaimana diharapkan oleh masyarakat. Namun begitu, pihaknya akan sesegera mungkin untuk mengadakan kembali rapat koordinasi dengan anggota BPD.
“Selama ini, penandatanganan kesepakatan islahnya pun belum selesai, karena antara Kepala Desa dengan perwakilan masyarakat masih mempertahankan keinginannya masing-masing. Perwakilan masyarakat tidak mau menandatangani surat keputusan islah karena dalam surat tersebut hanya meminta aparat desa untuk mengembalikan uang yang sudah disalahgunakan,” katanya.
Menurut Katim, perwakilan masyarakat meminta isi perjanjian dalam surat kesepakatan ditambah dengan syarat-syarat lain, salah satunya apabila dalam kurun waktu tiga bulan aparat desa tidak bisa membereskan administrasi dengan baik dan tertib, Kepala Desa harus legowo untuk mengundurkan diri. (Suherman/Koran-HR)