Ilustrasi Bengkok. Foto: Ist/Net
Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),-
Sejumlah aparat desa di Kabupaten Ciamis tetap menolak diberlakukannya penarikan penghasilan tanah bengkok yang harus disetorkan ke APBDes. Pasalnya, apabila penghasilan dari tanah bengkok ditarik, akan mengurangi pendapatan mereka.
Seperti dikatakan Kepala Desa Bangbayang, Kecamatan Cipaku, Rudi Hendra. Dia mengatakan, pihaknya menolak ditariknya tanah bengkok, tidak hanya persoalan pendapatan aparat desa berkurang, tetapi dikhawatirkan pula timbul permasalahan di kemudian hari.
“Karena, tidak semua tanah bengkok milik desa di Kabupaten Ciamis lahannya basah, tetapi banyak juga yang lahannya kering. Saya khawatir, apabila sawah bengkok di kemudian hari gagal panen dan tidak bisa menyetor pendapatan ke APBDes, apakah akan menjadi permasalahan?,” tanya dia, kepada HR, pekan lalu.
Rudi menambahkan, kondisi di desa tentunya berbeda dengan kondisi di pemerintah daerah atau pemerintah pusat, karena pemerintah desa langsung bersinggungan dengan masyarakat.
“Jika aturan itu tidak jelas, maka tidak tertutup kemungkinan akan terjadi polemik di masyarakat pada pelaksanaan aturan tersebut. Sebab, pada aturan diwajibkan menyetor, sementara penghasilan dari pertanian baik dan buruknya ditentukan oleh cuaca dan kondisi alam,” terangnya.
Di tempat terpisah, Bendahara APDESI Kecamatan Cipaku, Dede Yadi, menyatakan, seluruh aparat desa di Kecamatan Cipaku menolak keras aturan tersebut. Sebab, aturan itu pada pelaksanannya hanya akan merugikan aparat desa.
“Jangankan tanah bengkok ditarik, tidak ditarik juga tetap saja penghasilan dari desa belum mencukupi kebutuhan. Apalagi beban kami saat ini ditambah harus mengurus anggaran yang cukup besar. Tentu kebijakan itu tidak memenuhi rasa keadilan. Dan pemerintah harus segera meninjau ulang aturan tersebut,” katanya, pekan lalu.
Sementara itu, alasan penolakan aparat desa di Kabupaten Ciamis terhadap penarikan penghasilan tanak bengkok, tampaknya beragam. Dari informasi yang dihimpun HR, justru ada yang menarik dari munculnya gelombang protes dari aparat desa tersebut. Selidik punya selidik, ternyata ada sebuah tradisi yang sudah berjalan sejak lama dalam pengelolaan tanah bengkok.
Tradisi itu yakni tidak sedikit aparat desa yang menyewakan tanah bengkoknya ke pihak ketiga atau masyarakat. Yang paling parah, sistem sewa itu disepakati dengan kontrak beberapa tahun ke depan dan pembayaran uang sewanya harus dilunasi di awal perjanjian.
Maka tak heran, banyak aparat desa di Kabupaten Ciamis yang kelimpungan dengan diterapkannya aturan tersebut. Pasalnya, apabila tanah bengkok itu ditarik menjadi hak pengelolaan desa, maka mereka harus mengembalikan uang sewa kepada pihak ketiga. (Dji/Koran-HR)