Berita Banjar (harapanrakyat.com),-
Pemahaman para petani di Kota Banjar akan manfaat dan keuntungan dari penggunaan pupuk organik masih sangat rendah. Sehingga, banyak diantara mereka yang enggan menggunakan pupuk alami, baik pupuk kandang ataupun kompos, karena dalam penggunaannya dianggap tidak efisien. Berbeda dengan menggunakan pupuk buatan.
Petani menilai, dengan bobot dan volumenya yang besar sehingga mereka kesulitan saat akan menebarkannya ke lahan pertanian, baik berupa ladang maupun lahan pesawahan.
Selain itu, rata-rata petani di Kota Banjar bukanlah pemilik lahan, namun hanya petani penggarap. Dengan begitu, mereka enggan jika harus menambah modal pembelian pupuk organik.
Padahal, banyak manfaat yang bisa didapat sebagai tambahan untuk memperbaiki dan menjaga struktur tanah, dan menjadi penyangga unsur hara anorganik yang diberikan, serta membantu menjaga kelembaban tanah.
Menurut Kabid. Tanaman Pangan Dinas Pertanian (Distan) Kota Banjar, Ir. Agus Kostaman, bahwa secara logika, apabila seseorang sudah ketergantungan dengan sesuatu, sekalipun misalnya mereka tahu dampak baik atau buruk dari sesuatu tersebut maka mereka akan sulit terlepas dari ketergantungannya. Guna merubah paradigma petani seperti itu, tentu butuh proses dan kerja keras.
“Selama ini kita sudah sering menyarankan kepada para petani agar menggunakan pupuk organik. Namun, hanya sebagian kecil saja yang sudah mulai menggunakannya. Untuk kebutuhan pupuk tersebut, para petani memanfaatkan pupuk organik dari Unit Pengolah Pupuk Organik (UPPO) yang ada di tiap kecamatan. Karena memang pemerintah tidak memberikan subsidi untuk kebutuhan pupuk organik,” ujar Agus, kepada HR, Selasa (24/03/2015).
Dia juga menyebutkan, saat ini luas lahan pertanian di Kota Banjar mencapai 8530 hektare, terdiri dari lahan sawah 3.318 hektare dan lahan non sawah seluas 5.212 hektare.
Untuk lahan sawah irigasi luasnya mencapai 2.151 hektare, sedangkan sawah tadah hujan 1.167 hektare. Sedangkan, luas lahan pertanian non sawah berupa tegalan atau kebun 3.025 hektare, lading atau huma 46 hektare, perkebunan 1.173 hektare, hutan rakyat 403 hektare, dan lahan lainnya seperti tambak, empang, kolam, dan hutan Negara mencapai 565 hektare.
Luas lahan pertanian tersebut menunjukkan data produksi pupuk organik yang tersebar di masyarakat. Bila dihitung berdasarkan kebutuhan, persatu hektare lahan sawah per satu kali musim memerlukan 1 ton pupuk.
“Jadi, untuk lahan sawah yang ditanami padi satu kali musim, yaitu seluas 86 hektare dikalikan satu ton, sama dengan 86 ton. Untuk yang dua kali tanam yaitu dengan luas lahan 2.835 hektare dikalikan dengan satu ton, berarti membutuhkan pupuk organik sebanyak 5.670 ton,” jelasnya.
Ditambah lagi lahan sawah yang mengalami 3 kali tanam dengan luasnya mencapai 397 hektare. Bila dikalikan, 3 musim tanam dikali 397 hektare dikalikan dengan 1 ton pupuk, maka jumlahnya mencapai 1.191 ton pupuk organik yang dibutuhkan.
“Karena saat ini petani yang sudah menggunakan pupuk organik masih sedikit, sehingga untuk mencukupi kebutuhannya itu mereka memanfaatkan dari UPPO yang ada di wilayahnya masing-masing,” kata Agus. (Eva/Koran-HR)