Berita Banjar (harapanrakyat.com),-
Fenomena nikah siri ternyata masih menjadi polemik dan perlu disikapi dengan suatu kebijakan. Maraknya nikah siri ini memerlukan penelaahan yang seksama, sebab masalah tersebut dapat menibulkan terjadinya benturan antara aturan agama dengan perundang-undangan yang ada.
Nikah siri memang menurut agama bisa disyahkan atau dibenarkan. Namun, menurut perundang-undangan negara, pernikahan seperti ini belum dikatakan syah dan dibenarkan, karena bertentangan dengan aturan, yakni berupa persyaratan prosesi pernikahan yang harus dilakukan di depan petugas pencatat pernikahan, untuk mendapatkan bukti keabsahan yang diakui oleh negara.
Dalam hal ini, memang banyak faktor yang melandasi kerap terjadinya nikah siri, seperti ketidaktahuan masyarakat tentang pentingnya pencatatan pernikahan, adanya pasangan yang tidak ingin mencatatkan karena takut ketahuan menikah lagi, atau bahkan pejabat Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berpoligami, tapi tidak ingin ketahuan akibat larangan bagi PNS untuk berpoligami.
Selain dari faktor tersebut, bagi kaum perempuan juga harus lebih cerdas, jangan hanya melihat laki-lakinya berharta banyak, dan sebagainya. Karena, dalam hal ini perempuan yang dinikah siri sering kali mendapat ketidakadilan, sehingga kerap menimbulkan kasus-kasus seperti perceraian, penelantaran, dan pembiaran.
Seperti dikatakan salah seorang ibu rumah tangga, Nuri (35), warga Kel/Kec. Banjar, Kota Banjar. Menurutnya, perempuan yang dinikah siri rentan mengalami kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga.
“Banyak dampak dari nikah siri itu, seperti anak dari pasangan nikah siri nantinya akan mengalami kesulitan saat mengurus administrasi dan secara hukum, serta nantinya si anak akan mengalami beban psikologis,” kata Nuri, kepada HR, Senin (16/03/2015). (Hermanto/Koran-HR)