Taman Raflesia Ciamis. Foto: Ist/Net
Ciamis, (harapanrakyat.com),-
Meski Ciamis terbilang kota kecil dan minim pusat hiburan, namun tidak berarti aktivitas esek-esek atau mesum di kota ini tidak ada. Malah, kondisinya justru sangat memperihatinkan. Sebuah survey yang dilakukan LSM Wisma (Wadah Aspirasi dan Partisipasi Masyarakat), lembaga yang bergerak di bidang penanggulangan HIV/AIDS, ditemukan fakta yang mengejutkan.
Saat LSM Wisma melakukan survey untuk keperluan pendataan komunitas yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS di Ciamis, ditemukan sejumlah fakta menarik. Salah satunya, terkait maraknya transaksi esek-esek di Taman Raflesia Ciamis di saat malam hari.
CO (Community Organizer) LSM Wiswa, Yuyun Yuningsih, mengatakan, dari hasil pendataan tersebut, diperoleh fakta bahwa di Taman Raflesia di saat malam hari sangat marak aktivitas transaksi esek-esek. Selain Waria dan Wanita Pekerja Seksual (WPS), juga di kawasan itu dijadikan tempat bertemunya para komunitas LSL (Lelaki Suka Lelaki).
“Di Taman Raflesia itu kumpilit, ada waria, WPS dan juga LSL. Meski mereka berbaur, tetapi saling menghargai,” ujarnya, kepada HR, pekan lalu.
Yuyun juga mengatakan, meski waria, WPS dan komunitas lainnya berbaur di Taman Raflesia, tetapi satu sama lainnya tidak saling gesekan. Malah, waria dengan WPS, misalnya, bekerjasama dalam menjaring pelanggannya. “Kalau ada lelaki yang cari waria, misalnya, bisa dibantu oleh WPS untuk mencarikan. Begitu juga sebaliknya,” ujarnya.
Menurut Yuyun, geliat transaksi esek-esek di Taman Raflesia akan mudah terlihat di saat malam minggu. “Coba lihat kalau malam minggu, mulai dari kawasan Alun-alun sampai Taman Raflesia. Kita akan menemukan kumpulan wanita yang memakai baju mencolok, juga waria yang berkumpul di beberapa sudut taman. Kalau malam minggu, jelas geliatnya meningkat,” ujarnya.
Yuyun menambahkan, orang yang mencari kepuasan birahi di Taman Raflesia tidak semuanya nongkrong di kawasan itu. Ada juga mereka yang menggunakan telepon seluler dalam melakukan transaksinya.
“Ketika bersepakat di telepon, kemudian si pelanggan itu datang menjemput ke Taman Raflesia dengan menggunakan mobil. Kemudian WPS atau waria, misalnya, langsung masuk ke mobil tersebut. Mereka melakukan ‘gituannya’ di sebuah hotel atau bisa juga di sebuah rumah kost-kostan,” katanya.
Biasanya, lanjut Yuyun, pelanggan yang bertransaksi menggunakan kontak telepon dan kemudian menjemputnya menggunakan mobil, mereka dari kalangan tertentu. “ Biasanya orang seperti itu mereka yang memiliki status sosial tinggi. Untuk menjaga imej dirinya, dia enggan turun menjemput ‘mangsanya’. Dan tidak sedikit pula diantara mereka itu ada yang suka sama waria,” terangnya. (es/Bgj/Koran-HR)