Foto: Ilustrasi
Ciamis, (harapanrakyat.com),-
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Serikat Petani Pasundan (SPP), mendapati laporan ada oknum pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) melakukan pungutan sejumlah uang pada kegiatan pengukuran tanah yang digulirkan melalui Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) dan pengukuran aset Pemkab Ciamis di sejumlah tempat.
Direktur LBH SPP, Hendra Ebo, Senin (28/10/2014), merasa heran kenapa BPN meminta bayaran sewa ukur alat. “Masa alat ukur saja harus dibayar, itu kan milik BPN sendiri. BPN juga sudah diberi honor untuk pengukuran tersebut,” ungkapnya.
Ebo menilai BPN tidak bekerja secara profesional. BPN mementingkan pembayaran lebih ketika akan melakukan pengukuran tanah, baik tanah milik pemerintah ciamis maupun Program Prona.
“Dalam aturannya, tidak boleh ada pungutan apapun, karena seluruhnya sudah dibiayai oleh negara,” katanya.
Pada kesempatan itu, Ebo juga mempersoalkan pungutan yang dilakukan oknum Pegawai BPN saat pengukuran tana pada kegiatan Prona di wilayah Desa Karangsari, Kecamatan Padaherang, Kabupaten Pangandaran. Disana, BPN meminta uang pengukuran kepada warga melalui pihak desa.
“Bila pegawai BPN melakukan pemungutan dan tidak ada dasar hukumnya, maka itu merupakan pelanggaran. Dan setiap pelanggaran ada sangksi hukum. Saya meminta aparat kepolisian melakukan uji petik atas laporan dan kejadian tersebut,” jelasnya.
Di tempat terpisah, Kasie Pengukuran Kantor Pertanahan Ciamis (BPN), Aan Rosmana, ketika dikonfirmasi HR, Selasa (29/10/2014), membantah pihaknya melakukan pungutan sejumlah uang kepada masyarakat pada kegiatan Prona.
Aan meminta agar masyarakat segera melaporkan kepada BPN, seandainya mendapati ada oknum petugas BPN yang memungut biaya pengukuran. Dia berjanji akan memprosesnya, bahkan bila perlu memberikan sanksi pemecatan.
Pada kesempatan itu, Aan menjelaskan, kegiatan Prona dibiayai langsung oleh Negara. Dia juga memastikan, tidak mungkin ada pungutan pada kegiatan tersebut. “Biaya yang ditangung negara mulai dari penyuluhan, pemberkasan dan penebitan sertifikat,” katanya.
Namun demikian, Aan menjelaskan, di luar urusan dengan BPN, memang ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi pemohon atau masyarakat. Urusan itu biasanya berkaitan dengan pihak lain, contohnya dengan pemerintah desa.
“Jika akta jual beli belum ada, silahkan pemohon yang urus. Dari akta jual beli, biasanya muncul biaya seperti PPH 5 persen, BPHTB 5 persen. Kalaupun ada pungutan dari desa, mungkin itu untuk keperluan pembuatan patok, materai, dan pajak yang urusannya dengan pemerintah desa. BPN tidak ada di wilayah itu. BPN hanya menerima dokumen lengkap pemohon saja,” katanya,
Aan menambahkan, BPN dan Kepala Desa sudah membuat surat pernyataan bahwa BPN tidak menerima bantuan dalam bentuk apapun, apalagi uang dari pemerintah desa, yang berkaitan dengan kegiatan Prona. (es/Koran-HR)