Kelompok suporter Balad Galuh, membentangkan spanduk yang berisi nada sindiran terhadap keputusan Komdis PSSI yang menjatuhkan sanksi larangan bermain satu tahun terhadap 4 pemain PSGC, di Stadion Galuh Ciamis. Foto: Eli Suherli/HR
Ciamis, (harapanrakyat.com),-
Setelah manajemen PSGC Ciamis mengungkapkan kekecewaannya atas keputusan Komisi Displin (Komdis) PSSI yang menjatuhkan sanksi larangan bermain selama satu tahun di kompetisi sepakbola di bawah naungan PSSI terhadap 4 pemain PSGC, kini kekecewaan serupa ditunjukan oleh suporter fanatik PSGC, Balad Galuh.
Saat PSGC berlaga melawan Persiwa Wamena, di Stadion Galuh Ciamis, Sabtu (04/10/2010) sore, kelompok Suporter Balad Galuh membentangkan spanduk yang bertuliskan, “PSSI Sehat” dan spanduk bertuliskan “ PSSI Damang”. Kata ‘damang’ adalah bahasa sunda yang arti bahasa indonesianya, yakni sehat.
Kata ‘damang’ dalam bahasa pergaulan masyarakat sunda kerap dijadikan bahasa sindiran ketika memprotes sesuatu yang dianggap di luar logika. Spanduk itu pun merupakan nada protes mereka terhadap keputusan Komdis PSSI yang menjatuhkan sanksi larangan bermain satu tahun terhadap 4 pemain PSGC menyusul kericuhan saat bermain dengan Persis Solo, di Stadion Manahan Solo, beberapa waktu lalu.
Panglima Balad Galuh, Eko, mengatakan, pihaknya sebagai suporter PSGC merasa kecewa atas keputusan Komdis PSSI yang menjatuhkan sanksi yang tidak masuk akal terhadap 4 pemain PSGC.
“Pertama, Komdis PSSI memberitahukan sanksi tersebut secara mendadak, dimana sehari sebelum pertandingan PSGC melawan Persiwa digelar. Kedua, banyak kericuhan di lapangan yang melibatkan wasit dengan pemain selama bergulirnya kompetisi Divisi Utama. Namun, sanksi yang diberikan oleh Komdis kepada pemain klub lain tidak seberat seperti yang diterima pemain PSGC,” ungkapnya
Bahkan, Eko menduga ada keterlibatan mafia di tubuh PSSI yang sengaja ingin menjegal langkah PSGC agar tidak lolos ke babak semifinal.
“Saya menduga ini merupakan permainan mafia yang berada di tubuh PSSI yang ingin menyingkirkan PSGC di babak 8 besar. Mereka menggunakan cara kotor dengan mengeluarkan hukuman yang berlebihan terhadap 4 pemain inti PSGC,” tegasnya, kepada HR, Sabtu (04/10/2010).
Eko pun meminta PSSI bersikap adil dalam menjatuhkan setiap sanksi yang diberikan kepada pemain dan klub. Sanksi yang diberikan, lanjut dia, harus merujuk kepada fakta dan kategori berat atau ringannya sebuah pelanggaran yang terjadi.
“Jangan sampai memberikan sanksi tergantung pesanan pihak yang membayar. Kalau itu terjadi, sepakbola Indonesia sampai kapan pun sulit maju jika praktek-praktek mafia masih terus berkembang,” katanya.
Untuk diketahui, saat PSGC bermain tandang melawan Persis Solo, di Stadion Manahan Solo, Rabu (10/09/2014) lalu, yang berakhir dengan skor 5-2 untuk kemenangan Persis, terjadi beberapa kali kericuhan di lapangan. Kericuhan terjadi menyusul protes pemain PSGC terhadap wasit yang memimpin jalannya pertandingan. [Berita Terkait Baca: Laga Diwarnai Kericuhan, PSGC Ciamis Kalah Telak 5-2 di Solo]
Seperti yang dilansir beberapa media online nasional, saat terjadi hujan protes dari pemain PSGC menyusul wasit Restu Slamet memberikan hadiah pinalti kepada Persis Solo karena dianggap terjadi handball di kotak pinalti PSGC, dikabarkan wasit Restu Slamet jatuh tersungkur.
Wasit Restu Slamet kemudian memberikan kartu merah kepada Emilie Linkers. Linkers dituding mendorong Restu Slamet hingga jatuh tersungkur ketika terjadi hujan protes dari pemain PSGC. Namun, Komdis PSSI tidak hanya menghukum Linkers, tetapi 3 pemain PSGC lainnya, yakni Altobeli, M. Arozi dan Eko pun sama mendapat sanksi larangan bermain satu tahun, seperti halnya yang dijatuhkan kepada Linkers.
Namun, saat terjadi insiden tersebut di lapangan, M. Arozi, Altobeli dan Eko tidak mendapat kartu kuning ataupun kartu merah dari wasit. Tetapi, hukumannya sama dengan Linkers yang mendapat kartu merah. (es/R2/HR-Online)