Foto: Ilustrasi Ronggeng Gunung
Ciamis, (harapanrakyat.com),-
Kabid Ekonomi Kreatif Dinas Parawisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Ciamis, Agus Yani, mengatakan, meski Pemkab Pangandaran akan melakukan klarifikasi ke BNPB, Pemprov, Lembaga HAKI dan UNESCO mengenai Ronggeng Gunung, tidak akan bisa mengubah legitimasi yang sudah diperoleh Pemkab Ciamis.
Agus mengatakan, untuk mengubah hal itu, perlu dilakukan pengkajian terlebih dahulu dan melibatkan sejumlah ahli sejarawan independent. “ Selain itu, Ciamis pun memiliki dasar kuat untuk mengklaim bahwa Ronggeng Gunung asli seni budaya dari Ciamis,” imbuhnya.
Alasan kuat itu, lanjut Agus, dibuktikan dari sejarah mengenai asal muasal Dewi Samboja yang merupakan keturunan dari Kerajaan Galuh. “ Artinya, klaim dari Pangandaran tidak serta merta menjadi dasar untuk mengambilalih Ronggeng Gunung dari Ciamis. Apalagi, klaim itu berdasar dari sebuah cerita legenda,” katanya, kepada HR, Selasa (21/10/2014).
Menurut Agus, berdasarkan aturan BPNP, untuk mengkaji sebuah sejarah yang rentang waktunya lebih dari 50 tahun silam, harus dilakukan pengkajian secara konferhensif. Apalagi, Pangandaran ataupun Ciamis tidak memilki Cagar Budaya atau benda bersejarah yang bisa memperkuat soal asal muasal dan lahirnya Ronggeng Gunung.
“Kita juga bisa bertanya, apakah Pangandaran memiliki bukti, misalkan, punya selendang milik Dewi Samboja? Kan tidak!. Makanya, BPNP menyebut Ronggeng Gunung sebagai seni budaya tak benda. Untuk membuktikan seni budaya tak benda ini, tidak cukup dengan argumen sebuah cerita legenda dari salah satu pihak,” ujarnya.
Agus pun mengaku sepakat dilakukan pengkajian oleh ahli sejarah untuk mengakhiri saling klaim ini. Menurutnya, hal itu merupakan satu-satunya solusi untuk membuktikan apakah Ronggeng Gunung asli Ciamis atau Pangandaran.
“Sebelum legitimasi dari BPNP masih menyebutkan Ronggeng Gunung asli Ciamis, berarti Pangandaran tidak berhak mengklaim. Kecuali setelah dilakukan penelitian oleh ahli sejarah menyebutkan Ronggeng Gunung ternyata milik Pangandaran,” ungkapnya.
Mananggapi hal itu, Penjabat Bupati Pangandaran, Endjang Naffandy, mengatakan, jika Ciamis berpatokan dari sejarah Kerajaan Galuh untuk mengklaim Ronggeng Gunung, tentunya tidak tepat. Karena wilayah Kerajaan Galuh tidak hanya Ciamis dan Pangandaran, tetapi meliputi daerah lainnya di Jawa Barat.
“Yang menjadi patokan kita itu, awal munculnya atau lahirnya Ronggeng Gunung di daerah mana? Berdasarkan sejarah sudah jelas dari wilayah Kalipucang dan Padaherang Kabupaten Pangandaran, tidak perlu menghubung-hubungkan dengan kerajaan Galuh,” katanya.
Dari lagu Ronggeng Gunung, kata Endjang, bisa diteliti oleh ahli sejarah apakah bahasa dalam lagu tersebut menggunakan dialek bahasa sunda mana. Yang jelas, dari dialek bahasa pun bisa dibuktikan bahwa lirik lagu Ronggeng Gunung memakai dialek bahasa masyarakat Pangandaran.
“Dialek bahasa sunda masyarakat Pangandaran itu ada ciri khasnya, yakni ada campuran Jawa dan Sunda. Coba teliti saja lirik lagu Ronggeng Gunung yang dibawakan Nyi Raspi yang merupakan icon Ronggeng Gunung Kabupaten Ciamis,” pungkasnya. (Bgj/Mad/Koran-HR)
Berita Terkait:
Ciamis versus Pangandaran: “Rebutan” Ronggeng Gunung Makin Memanas
Soal Ronggeng Gunung, Pangandaran akan Koordinasi ke Pemprov Jabar
Pemkab Pangandaran Bersikukuh Ambil Hak Paten Ronggeng Gunung
Polemik Ronggeng Gunung, Pemkab Ciamis: Menyikapinya Jangan Berlebihan
Meski Berpolemik, Ciamis Tetap Pentaskan Ronggeng Gunung di Provinsi dan Nasional
Pj. Bupati: Pangandaran akan ‘Mati-Matian’ Pertahankan Ronggeng Gunung
Buntut Polemik Ronggeng Gunung, Pangandaran Deklarasikan Piagam Ciganjeung