Gunungan sampah di TPA Handapherang, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis. Foto: Eli Suherli/HR
Ciamis, (harapanrakyat.com),-
Sungai Cipalih yang berada di kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Handapherang, Kabupaten Ciamis, terancam dicemari limbah TPA. Pasalnya tumpukan sampah yang berada di TPA Handapherang sudah tidak terkendali dan menggunung.
Kepala Dinas Cipta Karya Kebersihan dan Tata Ruang (DCKKTR) Kabupaten Ciamis, H. Oman, Senin (11/8/2014), membenarkan potensi ancaman tersebut. Bukan hanya itu, gunungan sampah tersebut juga mengancam keselamatan pemulung.
“Longsoran sampah sering terjadi, apalagi bila gunungan itu (sampah) diguyur hujan. Seperti yang terjadi pada bulan lalu,” katanya.
Oman mengaku, pihaknya sedang mengupayakan untuk mengantisipasi kekurangan kapasitas TPA yang sudah dipastikan untuk setahun kedepan sudah tidak bisa menampung sampah lagi. Soanya, tiap hari volume sampah yang diangkut ke TPA Handapherang terus bertambah.
Dengan volume sampah yang terus bertambah, lanjut Oman, jelas yang diperlukan sekarang adalah tambahan lahan untuk TPA. Namun hingga sekarang belum ada lagi tambahan setelah sebelumnya sudah melakukan pembelian lahan sekitar dua hektar.
Meski sudah ada tambahan lahan, kata Oman, keberadaan posisi tanahnya tidak memungkinkan untuk menyimpan sampah dengan volume besar. Sebab tanah tersebut curam, bahkan jika diberi penyanga tembok, tingginya bisa mencapai seratus meter.
“Untuk antisifasi supaya sampah bisa dibuang di lahan baru, kami sudah membuat jalan masuk kendaraan, sehingga nantinya sampah yang dibuang tidak jatuh ke sungai Cipalih, karena kondisi tanah memiliki kemiringan yang sangat curam dan berbatasan langsung dengan sungai Cipalih,” jelasnya.
Oman mengungkapkan, masih ada sebagian lahan milik warga, tepatnya di bagian bawah TPA belum dibebaskan. Pihaknya khawatir, pemilik lahan tidak terima jika ada sampah dari TPA yang longsor menimpa lahan tersebut.
Sementara itu, kata Oman, keberadaan tempat pengolahaan sampah dari bantuan pemerintah Provinsi Jawa Barat yang dibangun oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH), hingga sekarang tidak bisa dioperasikan lantaran tidak adanya tenaga ahli.
Selain itu, tambah Oman, listrik untuk menggerakan mesin saja sekarang sudah dicabut sebab karena beban listrik yang harus dibayar cukup besar. Biaya untuk listrik saja bisa mencapai tiga juta perbulan.
“Kami pernah ingin mengoperasikan alat pengolahan sampah untuk pembuatan pupuk. Namun, setelah berkordinasi dengan dinas terkait, seperti BLH, Dinas Pertanian, berkaitan dengan hasil pengolahan sampah yang sudah menjadi pupuk akan dikemanakan, tidak ada respon. Kami urung untuk mengoprasikannya. Sebab pupuk itu tidak ada yang menampungnya,” pungkasnya.
Kepala Bidang Pertamanan dan Kebersihan DCKKTR, Mardiana, menjelaskan, adanya peningkatan volume sampah. Pihaknya kini sudah mengoperasikan sebanyak 13 armada kendaraan pengangkut sampah dalam sehari.
“Biasanya hanya sekitar 120 kubik perhari. Sekarang ada kenaikan volume, sehingga tiap hari armada bisa mengangkut sebanyak 150 kubik perhari,” katanya.
Bila volume sampah terus mengalami kenaikan, kata Mardiana, jelas menjadi ancaman bagi bagi semua pihak. Maka dari itu, pihaknya akan terus mengupayakan tindakan antisipatif, agar sampah yang dibuang ke TPA Handapherang tidak menjadi ancaman bahkan sampai mencemari sungai. (es/Koran-HR)