Koperasi Distributor sebagai koperasi yang menampung hasil produk lokal/UKM se-Kota Banjar maupun produk luar berupa produk hasil pertanian, perikanan, dan perternakan. Koperasi Kelurahan/Agro Mart sebagai pusat pemasaran di tiap kelurahan.
Foto : Deni S/HR
Banjar, (harapanrakyat.com)
Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kota Banjar, Jawa Barat menawarkan sebuah konsep untuk mempercepat terwujudnya Banjar Agropolitan. Salah satunya dengan konspe Agro Mart kelurahan, sebagai bentuk pemasaran hasil produk pertanian.
Menindaklanjuti hal itu, Disperindagkop akhirnya mengumpulkan koperasi kelurahan se-kota Banjar. Kasie Kelembagaan Disperindagkop Banjar, Yadi Suryadi Praja, S.Sos, ketika ditemui HR, sesuai acara Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Peningkatan Sarana dan Prasarana Pendidikan Perkoperasian, di Aula RM. Primarasa Banjar, Rabu (16/7/2014), membenarkan pihaknya menawarkan konsep tersebut.
Yadi menjelaskan, saat ini mayoritas kegiatan perekonomian di Kota Banjar adalah kegiatan ekonomi berbasis pertanian. Kegiatan tersebut dapat dikembangkan lebih luas, dan menjadi basis ekonomi kota.
Sebagai agropolitan, kegiatan perekonomian Kota Banjar berpeluang dikembangkan ke bidang bisnis berbasis pertanian (agrobisnis), seperti agroindustri, jasa-jasa pertanian, agrowisata, serta koleksi dan distribusi produk-produk pertanian.
Hanya saja, imbuh Yadi, masih ada kendala, antara lain, masyarakat (petani) kurang diajarkan mengenai analisis usaha. Bahkan, banyak petani beralih profesi dikarenakan usaha dari sektor pertanian kurang menjanjikan.
Usia produktif petani relatif sudah tua. Minat Generasi muda menjadi petani sangat kurang.
Padahal, masyarakat di pedesaan adalah petani maupun petani penggarap yang dalam kehidupan keseharian bertani sebagai mata pencaharian, dan sebagai sumber pendapatan bagi ekonomi keluarga. Rata-rata petani juga hidup dalam garis kemiskinan dengan beban tanggungjawab keluarga yang tinggi.
Selain itu, petani menjual produknya ke tengkulak, tentunya harga tengkulak lebih rendah, sehingga merugikan para petani, dan permainan harga diatur oleh tengkulak.
Kendala lainnya, ada penilaian tidak pas pada bidang pertanian oleh Lembaga Keuangan Perbankan maupun non perbankan. Sektor usaha pertanian masih dianggap tidak provittable dan bankable, sehingga akses permodalan terhambat, mengakibatkan perkembangan usaha di sektor ini stagnan.
Selanjutnya, dana yang dimiliki Bumdes yang dikelola Kelurahan dan Desa sebesar Rp. 1,15 milyar, tidak diarahkan ke sektor pertanian atau sektor rill. Kebanyakan koperasi atau Bumdes lebih mengarahkannya ke sektor simpan pinjam, tentunya sektor ini sangat rentan dengan kemacetan.
Masyarakat menganggap dana tersebut dana hibah. Padahal Pemerintah Kota Banjar memberikan alokasi dana penguatan ekonomi, untuk membiayai usaha-usaha ekonomi produktif. Dana yang dikelola oleh kelurahan/desa, harus dikembalikankepada Pemerintah Kota Banjar.
“Belum lagi maraknya rentenir berkedok Koperasi dengan berbagai modus menjerat masyarakat petani. Masyarakat juga menganggap Koperasi sebagai usaha yang hanya bergerak di bidang Simpan Pinjam,” paparnya.
Yadi menyatakan, pihaknya menawarkan solusi sebagai jalan keluar dari persoalan-persoalan tersebut. Diantaranya, mendirikan Koperasi yang berbasis pertanian terpadu sebagai wadah bagi para petani guna mengakses permodalan, maupun pemasaran hasil pertanian.
“Ini menghindarkan petani dari pola Ijon oleh para tengkulak. Dapat juga meningkatkan hasil petani dengan pendampingan modal, teknis, penanganan pasca panen berkelanjutan,” ucapnya.
Setelah itu, penyerapan tenaga kerja pedesaan yang tidak memiliki keahlian untuk dibina oleh Koperasi, dalam lingkup kerjasama pemanfaatan lahan anggota Koperasi di Bidang usaha pertanian.
Dasar pengembangan koperasi ini, imbuh Yadi, disesuaikan dengan Peraturan Menteri Nomor 1 Per/M.KUKM/I/Tahun 2013, Tentang Revitalisasi Koperasi. Opsi dari permen tersebut yaitu mensetting ulang jenis usaha Koperasi Kelurahan, kemudian mengarahkan bidang usaha yang akan dilakukan oleh Koperasi kelurahan sesuai dengan potensi di daerah masing-masing Desa/Kelurahan.
Nantinya, Koperasi Kelurahan menerapkan Sistem OVOP (One Village One Product) atau Satu Desa/ Kelurahan satu Produk, dengan diarahkan oleh Kepala Kelurahan/ Desa. “Misalkan Potensi di Kelurahan Muktisari mayoritas adalah petani ikan gurame dan ikan lele sangkuriang. Itu berarti jenis usaha koperasinya adalah Koperasi Produksi Perikanan. Jadi Fokus satu produk perikanan yang paling dominan di Muktisari. Walaupun ada komoditas yang lain, namun tetap yang paling diunggulkan adalah sektor perikanan,” katanya.
Opsi yang kedua, koperasi yang ada di setiap kelurahan/ desa dirubah atau menjadi Agro Mart. Agro Mart ini nantinya tetap dikelola oleh pemerintahan desa dengan supervisi oleh sebuah koperasi. (Deni/Koran-HR)