Hasil panen pepaya california di Desa Waringinsari Kecamatan Langensari Kota Banjar. Foto: Nanang Supendi/HR
Banjar, (harapanrakyat.com),-
Hamparan tanah datar di atas lahan trisna seluas 60 hektar Desa Waringinsari Kecamatan Langensari Kota Banjar, seolah menjadi tambang emas hijau bagi warga setempat. Dengan komoditas unggulan berupa buah pepaya, petani di daerah tidak hanya memenuhi permintaan di Pulau Jawa dan luar Jawa, tetapi juga hingga mancanegara. Yakni beberapa waktu lalu ada pihak Korea yang menawari kerjasama usaha pada kelompok petani disini.
Saat panen raya pepaya di Waringinsari, kata Waluyo (salahsatu pengepul pepaya), belum lama ini, menyatakan pepaya produksi Langensari sebagai komoditas unggulan Kota Banjar tersebut. Komoditas ini memang terbukti mengangkat kesejahteraan petani setempat.
Salah satunya Tarsid (50), petani pepaya di Dusun Purwodadi RT.02/03, Lahan garapannya yang semula hanya seluas 0,25 hektar terus meningkat menjadi 1,5 hektar.
Dengan potensi pasar yang masih terbuka luas, Tarsid semenjak berhenti petani gula merah (kelapa), kini mulai fokus bertani buah pepaya, dan berkeinginan menjajaki peluang menjadi agen dan pengepul.
”Awalnya saya hanya ikut-ikutan menanam pepaya setelah melihat banyak tetangga yang juga menanam. Akhirnya berhenti menyadap pohon kelapa dibuat gula merah, karena melihat semakin lama, saya lihat potensi pasar pepaya semakin besar, akhirnya saya fokus,” ujarnya.
Meski memiliki lahan pertanian sendiri sedikit, niat Tarsid tak pernah surut. Untuk mengembangkannya semakin besar lahan yang dimilikinya. Selain membeli lahan baru, dia mengontrak lahan milik desa dengan biaya sewa dalam dua tahun Rp.500.000 per 50 batanya ditambah menggadai beberapa tanah warga.
Baginya, modal menanam pepaya relatif tak seberapa jika dibandingkan dengan keuntungan yang bisa diraup. Selain menggarap lahan sendiri, juga sebagai petani penyewa lahan, dia menghitung, modal menanam pepaya dari mulai pembibitan hingga siap panen pertama tujuh bulan kemudian sekitar Rp 50.000 per batang. Modal tersebut sudah dihitung sewa lahan, buruh petani, pemupukan, hingga pengairan.
Dengan perhitungan jarak tanam per pohon 2-2,5 meter, 1 hektar lahan bisa ditanami setidaknya 1.500 batang. Artinya, biaya tanam Sodkin Rp 75 juta per hektar. Meski begitu, keuntungan yang didapatnya setelah panen berlipat ganda. Pasalnya, produktivitas pepaya hasil panen tiap minggunya memperoleh 2-3 ton per hektare dengan uang yang diterima Rp.5 juta atau sebulannya mencapai 20 juta, jadi dalam setahun mendapatkan 240 juta.
Pendapatan Tarsid berlipat karena setelah tujuh bulan, panen pepaya bisa dilakukan seminggu sekali. Sepanjang tahun, tak mengenal musim. ”Modal saya termasuk besar karena harus mengontrak tanah, sedangkan petani yang menggarap lahan sendiri tentu modalnya jauh lebih kecil dengan keuntungan yang sama,” tutur Tarsid.
Pasar Mendekat
Pengurus Asosiasi Papaya Calina Langensari, Waluyo mengatakan, potensi produksi buah pepaya jenis Calina di Waringinsari sendiri yang diterima dirinya selaku pengepul dalam seminggu mencapai 50 ton, ditambah pengepul lainnya didaerah sini sekarang sudah ada 6 pengepul. Diperkiraan dari semua pengepul rata-rata mencapai 200 ton perminggu hasil pepaya Waringinsari saja.
Dengan permintaan pasar tak terbatas, petani tidak perlu kerja keras memasarkan hasilnya. Pengepul dari sejumlah kota luarpun datang bahkan pihak korea pernah kesini. Setiap harinya selalu ada beberapa armada colt dan truknya membeli pepaya petani.
Satu lagi kelebihan budidaya pepaya adalah harganya yang sangat stabil. Tahun terakhir ini, harga pepaya untuk pasar lokal berkisar Rp 3.500 per kg, sedangkan untuk pasar supermarket dihargai Rp 4.500 per kg. Bahkan untuk komoditas ekspor mencapai Rp 5.500 per kg. Namun, pepaya kualitas ekspor harus sempurna tampilan fisiknya. Tak boleh ada cela sedikit pun.
Keberhasilan petani di pesisir Citanduy Langensari menanam pepaya sudah tersohor. Bahkan kalangan masyarakat setengah berseloroh menyebut, kini tidak ada petani daerah itu memakai motor butut. ”Semua pakai motor baru, kategori motor besar,” katanya.
Pepaya jenis Calina sendiri dikembangkan Institut Pertanian Bogor (IPB), dihasilkan beberapa varietas pepaya unggulan. Salah satunya pepaya Calina atau IPB-9 yang saat ini banyak ditanam petani di kawasan Langensari.
Rasa daging pepaya Calina cukup manis serta tidak terlalu lembek. Buah ini sangat tepat disandingkan dengan menu-menu restoran dan hotel berbintang. Aroma buah ini harum dan segar, tak seperti pepaya jenis lain. Yang terpenting, tidak mengandung pengawet seperti buah impor.
Tembus ekspor
Menurut Waluyo, tanah di pinggiran Waringinsari memang sangat cocok untuk budidaya pepaya jenis ini. Tekstur tanah tidak terlalu lembab karena dekat Citanduy, tapi repotnya kalau kena banjir luapan air sungai citanduy sewaktu musim penghujan terus menerus atau kiriman air citanduy yang hujan di daerah barat.
Pasalnya, pepaya jenis Calina yang merupakan pengembangan dari jenis California tidak cocok hidup di tanah yang lembab. Akan tetapi, jenis pepaya ini tetap butuh pengairan rutin. Keunggulan lainnya, buah ini tidak mengenal musim sehingga petani dapat terus panen. Tiap buah baru semburat warna kuning, sudah bisa dipanen.
Menurut Waluyo, luas lahan yang tersedia di lahan trisna dan dipesisir lahan pertanian Langensari potensial untuk pertanian hortikultura, termasuk pepaya.
Bahkan, menurutnya produksi pepaya bisa mencapai 200 ton per minggu. Selama ini, pepaya dari Langensari dipasarkan ke Jakarta, Bandung, Jateng dan luar Jawa. Calina hasil pertanian di Langensari saat ini sudah banyak yang diekspor. Sejumlah negara seperti Korea dan negara lainnya, sangat menggemari buah manis ini. Sebab, kendati pengiriman dengan kapal memakan waktu agak lama, pepaya ini tidak akan busuk, terlebih dibungkus koran. Saat ini sekitar 10 persen produksi pepaya petani Langensari mampu tembus pasar ekspor.
Pemerintah Kota Banjar, dengan segala keterbatasannya, merespons potensi tersebut. Dalam Renstra dijadikan pusat budidaya Pepaya yaitu di Desa Waringinsari dan Rejasari. Namun sampai saat ini, belum ada upaya untuk pelatihan pengemasan pepaya agar bisa mendapat merek jual Calina Langensari, padahal kualitas buah dan bibitnya sudah diakui kalangan akademisi.
Semangat petani Langensari yang pantang menyerah dengan kondisi kawasan gersang kala musim kemarau sangat panas mulai menuai hasil. Wajar jika Waringinsari dan Rejasari agar dimulai dipromosikan sebagai kawasan agrowisata hortikultura. (Nanks/Koran-HR)