Tempat Pemakaman Ulama Besar Kabupaten Pangandaran, Agan Didi, di Desa Cijulang, Kecamatan Cijulang. Foto: Asep Kartiwa/HR
Pangandaran, (harapanrakyat.com),-
Nama “Agan Didi’ belakangan ini mengemuka di wilayah Kabupaten Pangandaran. Hal itu menyusul wacana kegiatan penataan situs atau makam yang rencananya akan dilakukan oleh pemerintah. Sebetulnya, siapakah Agan Didi?
Dari keterangan Opik, (Cucu Agan Didi), Jum`at (2/5/2014), Agan Didi adalah seorang Pendiri Pondok Pesantren Karangsari, Kecamatan Cijulang, yang didirikan pada tahun 1942. Agan Didi atau dikenal dengan panggilan Buya, lahir tahun 1903, dan wafat pada tahun 1966.
Buya merupakan seorang ulama besar. Istrinya, Umi Siti Rokayah, merupakan keturunan bangsawan dari Kerajaan Sukapura.
Saat perumusan dasar negara Pancasila, Agan Didi, bersama para cendekiawan muslim Indonesia, dikisahkan turut andil di dalamnya. Dalam setiap kegiatan dakwahnya, Agan Didi juga kerap dikawal oleh pasukan ‘Cakra Birawa’.
“Karena sering berhubungan dengan pihak militer, tidak sedikit anggota keluarga yang menikah dengan tentara,” ucap Opik.
Opik melanjutkan kisahnya. Ketika terjadi pemberontakan yang dilakukan DI TII di wilayah Ciamis Selatan, Jendral Nasution, yang pada saat itu memimpin penumpasan pemberontakan DI TII, menginap selama dua hari di rumah Buya (Agan Didi).
Kemudian, kata Opik, saat meninggal tahun 1966, rencananya Buya akan dimakamkan di Pamijahan, Tasikmalaya, atau di tanah leluluhurnya yang berdekatan dengan makam Syeh Abdul Muhyi.
Namun saat itu pemerintah dan warga meminta agar Buya dimakamkan di wilayah Cijulang. Hal itu sebagai salah satu upaya untuk mengenang perjuangan Buya saat menyebarkan ajaran Agama Islam.
“Untuk mengetahui sejarah ini, kita bisa menghubungi Kemenag, IAIN Bandung, IKIP Bandung (UPI), atau ITB. Karena pada saat IAIN dipimpin Jajang Nurjaman (Rektor), pernah melakukan penelitian tentang sejarah perkembangan Islam di wilayah Ciamis Selatan atau di Cijulang,” ucapnya.
Terkait rencana penataan situs atau makam, Opik mengaku sanagt bersyukur. Namun demikian, dia memberikan catatan, penataan situs tersebut tidak menimbulkan syirik atau kemusrikan.
Sekitar empat bulan lalu, Opik mendapat informasi dari Badan Anggaran Propinsi, terkait rencana kegiatan itu. Bahkan, salah seorang pegawai Setda Propinsi, kebetulan juga murid Buya, menginformasikan hal serupa.
“Pada intinya kami (keluarga) tidak kaberatan untuk pemeliharaan makam. Dengan catatan, untuk detail teknisnya nanti, kalau itu jadi dibangun, dimohon untuk berkonsultasi dengan pihak keluarga,” tandasnya.
Sementara itu, menanggapi soal kontroversi kegiatan penataan situs Makam Sembah Bagja dan Agan Didi, Kepala Desa Cijulang, Tarkim, Jum`at (2/5/2014), mengatakan, pihaknya tetap akan membangun dan memelihara tempat tersebut.
“Ada dana atau tidak ada dana dari Pemerintah Kabupaten, Propinsi atau Pusat, akan tetap membangun dan memelihara tempat tersebut,” katanya.
Tarkim juga beralasan, di bulan-bulan tertentu (Muharram, Rewah/ Syawal), banyak orang berziarah ke kedua makam tersebut. Sebagai Pribumi, pihaknya berkewajiban untuk melayani tamu dengan sebaik-baiknya.
“Banyak pengunjung (peziarah) yang kesulitan soal MCK. Karena memang disini (Makam) tidak tersedia fasilitas WC (Kamar Mandi),” imbuhnya.
Kedepan, kata Tarkim, pihaknya bersama ahli waris atau keturunan keluarga dari kedua makam, berharap, angka kunjungan peziarah itu bisa berdampak positif terhadap peningkatan ekonomi masyarakat. (Askar/Koran-HR)