Pangandaran, (harapanrakyat.com),- Bangunan tembok tua yang berdiri di Dusun Kalenwadas, Desa Cijulang, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran, mempunyai kenangan bagi warga masyarakat Cijulang pada khususnya, umumnya warga Kabupaten Pangandaran.
Hal itu diakui Ny Rohaeti (53), pedagang kopi asal Dusun Kalenwadas, yang biasa mangkal di kawasan staisun, menceritakan pengalamannya kepada HR, Minggu (1/12). Beberapa puluh tahun kebelakang, sekitar tahun 1970, ayahnya (Wahyu) menjadi pegawai di PJKA stasion Cijulang. Disana Wahyu menjadi langsir atau tukang bongkar pasang lok kereta.
“Jika melihat bangunan tembok tua yang sudah lapuk ini, saya selalu terkenang beberapa puluh tahun kebelakang. Saat itu saya masih gadis. Dulu, kereta jurusan Cijulang-Banjar dijadikan alat transportasi oleh masyarakat,” katanya.
Menurut Rohaeti, penumpang kereta sangat banyak. Kebanyakan penumpang adalah mereka yang akan berjualan di Pasar Pangandaran dan Pasar Banjar. Pedagang lebih memilih kereta api untuk menjadi angkutan, karena saat itu bus jurusan Cijulang-Tasikmalaya masih terbatas.
“Dulu, yang ada, bus gunung tua dan aman abadi,” katanya.
Ditambahkan Rohaeti, tanpa ada alasan yang jelas, kereta api jurusan Cijulang-Banjar mulai tidak beroperasi sejak Bulan Januari 1981. Padahal daam satu hari, kereta api bisa beroperasi sebanyak tiga kali, mulai pukul 4 pagi, pukul 9, kemudian pukul 2 siang.
Ongkosnya, pada waktu itu, Rp. 4000. Tapi kalau ingin jalan-jalan ke Pangandaran atau ke Banjar, Rohaeti sering tidak bayar alias gratis, karena ayahnya bekerja sebagai pegawai tetap di PJKA.
“Ada kenangan yang sampai saat ini selalu saya ingat. Saat mau ke Banjar ikut dengan kereta yang berangkat pukul 4, pas di tengah perjalanan, deselnya mati dan harus menunggu kereta yang diberangkatkan jam 8. Akhirnya setelah menunggu sekian lama, diderek pulang lagi ke Cijulang,” ujarnya. (Syam/R4/HR-Online)