Ciamis, (harapanrakyat.com),- Laju impor lima bahan pangan strategis mulai dari beras, jagung, kedelai, daging dan gula kian mengkhawatirkan. Padahal kelima jenis pangan tersebut adalah kebutuhan sehari-hari rakyat. Benarkah Indonesia gagal mencapai target swasembada pangan?
Alih-alih Hari Pangan Sedunia Tahun 2014 yang bertema Keberlangsungan Pangan yang Aman dan Bergizi, akan diperingati pekan ini. Bagaimana dengan upaya Pemerintah kabupaten Ciamis untuk menjamin produksi, ketersediaan hingga distribusi secara mandiri bagi 1,7 juta jiwa penduduknya.
Kepada HR, pekan lalu, Kepala Bidang Bina Usaha Peternakan, Dinas Peternakan (Disnak) Kabupaten Ciamis, H. Otong Bustomi, mengatakan, strategi swasembada (kemandirian) pangan harus dimulai dengan rancang bangun atau skenario. Selain pijakan awal dalam pelaksanaan strategi pangan tersebut harus dimulai dari tingkat Desa.
“Harus ada skenario bagaimana mencukupi kebutuhan pangan secara mandiri. Pertama, harus melakukan pemetaan berapa kebutuhan produksi pangan, kemudian berapa jumlah luasan areal tanam untuk padi, jagung, kedelai dan tebu atau dibutuhkan berapa ekor ternak untuk mencukupi jumlah produksi daging yang aman,” ungkapnya.
Hal kedua, kata Otong, yakni strategi tersebut harus dimulai dari Desa. Alasannya, karena desa merupakan wilayah inti dari luasan lahan dan produksi ternak. “Gunakan metode sakasur, sadapur, sasumur dan salembur, untuk menghitung jumlah produksi dan kemampuan produksi. Nanti, dari situ akan tergambar kekurangan atau kelebihan surplus produksi dari lima jenis pangan strategis,” paparnya.
Masih menurut Otong, dalam eksekusi strategi ketahanan pangan tersebut, jangan ditujukan untuk bisnis dahulu. Tapi untuk memenuhi kebutuhan dapur saja dulu. Kalau dapur sudah aman, baru bisa untuk kebutuhan usaha, itupun syaratnya harus dikoordinir oleh Desa sebagai sentral penjualan pangan.
Otong menambahkan, hal ketiga dalam melakukan strategi kemandirian pangan adalah menggerakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di desa. Desa dituntut harus mampu menggerakan SDM yang ada di desa tersebut.
Dihubungi terpisah, Camat Panjalu, H. Erwin, mengatakan, bahwa strategi kemandirian Pangan selain dimulai dari bawah, harus juga dimulai dari atas. Setiap Kabupaten/ kota mempunyai Dewan Ketahanan Pangan Kabupaten, dimana Bupati sebagai Ketuanya.
“Tinggal, bagaimana Bupati menginstruksikan kepada semua Dinas Teknis, untuk menelorkan program-program yang pro terhadap kemandirian pangan,” ucapnya.
Erwin mencontohkan, setiap penduduk di Malaysia wajib menanam sayur mayur, bila tidak Negara berhak untuk mendenda. Di Jawa Barat, khususnya Ciamis, kebijakan tersebut harus arief. Dalam artian, peta potensi setiap Desa harus dipahami. Kalau di suatu Desa banyak beternak ayam, jangan dipaksa untuk menanam sayur mayur.
Menurut Erwin, SDM untuk melakukan Strategi Ketahanan Pangan, bisa dimulai dari Kelompok Wanita Tani (KWT). “KWT itukan dimulai dari lingkungan keluarga, dimana Ibu-ibu di lingkungan keluarga berhimpun untuk melakukan bubidaya baik tanaman atau ternak,” ujarnya.
Masih menurut Erwin, kemandirian pangan harus diikuti juga dengan keanekaragaman pangan. Dimana makanan pengganti beras seperti palawija dan ubi harus dijadikan makanan alternatif.
“Bukan berarti tidak mengonsumsi beras, tetapi konsumsi perhari harus diselingi oleh makanan penganti tersebut. Baiknya Dinas Kesehatan mensosialisasikan nilai Gizi dan protein yang ada dalam suatu makanan pangan dan ternak, untuk memotivasi masyarakat,” pungkasnya. (DK/Koran-HR)