Berita Pangandaran, (harapanrakyat.com),- Milangkala 1 Tahun Pangandaran, Jawa Barat, yang berlangsung di Lapang Sepakbola Parigi, Jumat (25/10), menghadirkan sosok seorang wanita cantik yang melegenda, yakni Nyi Roro Kidul. Kehadirannya pun mendapat sambutan dari ribuan warga yang hadir.
Sambutan warga terhadap sosok Nyi Roro Kidul yang saat itu menampakan diri di siang bolong, tampaknya tak kalah hangat ketika warga menyambut kehadiran pedangdut cantik Dewi Persik. Artis kenamaan ibukota tersebut turut hadir dan memeriahkan acara Milangkala 1 Tahun Kabupaten Pangandaran.
Dengan pengawalan ketat dari punggawa kerajaan, Nyi Roro Kidul langsung menyedot perhatian ribuan warga. Bahkan, jalan protokol Parigi yang menuju ke arah lapang sepakbola pun macet total hingga mengantri puluhan kilometer.
Daya magic Nyi Roro Kidul ternyata sungguh luar biasa. Penampakanya membuat sejumlah warga mengabadikannya dengan kamera handphone dan kamera foto. Tak henti-henti warga silih berganti ingin berfoto untuk sebuah kenang-kenangan bersama Nyi Roro Kidul.
Lestarikan Budaya Lokal Pangandaran
Ketua Panitia Helaran Milangkala 1 Tahun Pangandaran, H. Supratman, B.Sc, mengatakan, hadirnya sosok Nyi Roro Kidul yang diperankan oleh kumunitas kesenian di Kabupaten Pangandaran.
Hal ini sebagai bentuk pelestarian budaya lokal dimana cerita tersebut sudah menjadi legenda di masyarakat pesisir selatan Jabar.
“Dalam acara pagelaran seni ini kita mencoba mengangkat kesenian dan budaya yang ada di Kabupaten Pangandaran. Selain untuk menghibur warga, acara ini pun sebagai bentuk pelestarian kebudayaan yang ada di sini, “ ujarnya.
Selain Nyi Roro Kidul, lanjut Supratman, dalam pagelaran seni itu pun mengangkat pula tradisi memburu babi hutan yang menjadi budaya masyarakat Kecamatan Sidamulih Pangandaran.
“Artinya, tidak hanya kesenian saja yang kita tampilkan di acara ini, tetapi sejunlah budaya dan tradisi lokal pun kita hadirkan. Dengan begitu, tampak bahwa Pangandaran kaya akan seni budaya lokalnya. Dan ini bisa dikembangkan sebagai aset juga potensi parawisata, “ ungkapnya.
Dalam tradisi itu, tampak sejumlah warga melakukan simulasi memburu babi hutan. Ketika babi hutan tertangkap, kemudian warga mengaraknya keliling kampung. Namun, babi hutan yang paling besar duduk pada sebuah kursi sofa.
Kemudian, miniatur babi yang memakai dasi itu, secara beramai- ramai ‘disiksa’ dan ditusuk oleh warga dengan menggunakan berbagai senjata tajam. Tanpa kenal ampun, mereka menghakiminya hingga babi berdasi itu tewas.
Tradisi ini kerap warga Sidamulih lakukan apabila pada saat musim kemarau, yang mana sejumlah babi hutan kerap turun ke perkampungan warga, dan merusak ladang pertanian. Hal itu juga meresahkan warga sekitar. (Ntang/R2/HR-Online)