Dibalik kesuksesan sosok Drs. Agun Gunandjar Sudarsa, Bc.Ip, M.Si yang kini bersinar di kancah politik nasional, ternyata dalam perjalanan hidupnya pernah mengalami masa getir dan pahit. Karena terdesak oleh kebutuhan ekonomi, dia pernah berjualan es mambo dan menjadi supir omprengan demi mendapat sesuap nasi.
Agun berkisah, ketika dia duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) kelas 6, dirinya sudah berpikir bagaimana caranya membantu meringankan beban orang tuanya, yang kala itu terhimpit masalah ekonomi. Meski Bapaknya seorang Tentara yang bertugas di Jakarta, namun penghasilannya tidak mencukupi untuk menutupi kebutuhan hidup keluarganya selama satu bulan.
“Gaji seorang Tentara waktu itu, tidak seperti sekarang. Gaji Bapak saya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga selama satu bulan. Karena itu, dari pada kelurga saya tidak makan, ya terpaksa berjualan es mambo. Yang penting uang yang saya dapatkan halal dan tidak merugikan orang lain,” ujarnya, dalam sebuah perbincangan dengan HR, di Ciamis, beberapa waktu lalu.
Menurut Agun, dirinya berjualan es mambo ditekuninya selama empat tahun, yakni dari kelas 6 SD hingga tamat SMP. “ Setelah saya melanjutkan ke STM, saya berhenti berjualan es mambo. Sebagai gantinya, saya menjadi supir omprengan agar penghasilannya lebih besar,” kisahnya mengenang semasa kecilnya.
Uniknya, mobil yang digunakan Agun saat berprofesi sebagai supir, yakni menggunakan mobil dinas tentara milik bapaknya. “Sebenarnya saya suka dimarahi oleh Bapak saya kalau mobil dinas dipake usaha omprengan. Makanya, kalau mau ngompreng, saya suka sembunyi-sembunyi supaya tidak ketahuan Bapak,” katanya.
Meski Bapaknya melarang, tetapi Ibunya selalu mendukung Agun untuk mencari uang dari hasil omprengan. “Kenapa Ibu saya mendukung, ya karena keluarga saya benar-benar butuh uang untuk tambah-tambah makan sehari-hari, lantaran gaji bapak saya tidak cukup. Makanya, kalau saya mau ngompreng setiap malam, pasti ibu saya yang memberikan kunci mobilnya kepada saya,” katanya.
Setelah lulus STM, kemudian Agun melanjutkan kuliah di Jurusan Teknik Sipil di salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Namun, kuliahnya tidak sampai selesai, karena terbentur oleh biaya.
“Saat nganggur, saya coba daftar di sekolah kedinasan AKIP (Akademi Ilmu Permasyarakatan), karena kalau melanjutkan sekolah di sana biayanya ditanggung pemerintah alias gratis. Alhamdulilah, saya keterima hingga menyelesaikan studi di sana dengan mendapat gelar Bc.Ip.”
Setelah tamat dari AKIP, kemudian Agun ditugaskan menjadi Sipir Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Tangerang. Dimulai dari sana, Agun mulai merintis karier hidupnya.
Aktif di organisasi kemahasiwaan dengan bergabung menjadi aktivis HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), membuat Agun mulai mengenal dunia politik. Di organisasi HMI, dia pernah menjabat sebagai Ketua Komisariat. Kemudian dia pun aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan hingga akhirnya dia masuk menjadi kader Golkar.
Pada tahun 1997, Agun oleh Golkar dipercaya menjadi Anggota DPR RI dari utusan Kabupaten Ciamis. Dan nasibnya sebagai Anggota DPR RI, berlanjut pada periode 1999-2004.
Pada tahun 2004 pun, Agun terpilih kembali menjadi Anggota DPR RI dalam Pemilu pilihan langsung oleh rakyat dengan mendapakan 105 ribu suara, sekaligus medapat predikat sebagai pemenang suara terbanyak di daerah pemilihan Kabupaten Ciamis, Kota Banjar dan Kabupaten Kuningan.
Hal yang sama pun pada Pemilu 2009. Meski saat itu Agun mendapat nomor urut 4 Caleg Partai Golkar di daerah pemilihan Kabupaten Ciamis, Kota Banjar dan Kabupaten Kuningan, lagi-lagi dia menjadi pendulung suara terbanyak di Daerah Pemilihan Jabar X itu.
Kini, karier politik pria keturunan Banjarsari Ciamis ini semakin bersinar. Agun kini menjabat sebagai Ketua Komisi II DPR RI. Sebelumnya, dia sempat dipercaya sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di MPR RI, sekaligus sebagai perintis program sosialisasi 4 pilar kebangsaan yang digagasnya bersama almarhum Taufik Kiemas ketika menjabat Ketua MPR RI periode 2009-2014. (Subagja Hamara/Koran-HR)