Entang SR
Dede Ardi Krisnawan (21), pemuda asal Dusun Sindanglaya RT 07/05 Desa Sindangsari, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Ciamis, awalnya tidak menyangka dirinya akan menjadi korban perbudakan di Pabrik Kuali milik Yuki Irawan yang terletak di Kampung Bayur Opak RT 03 RW 06, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Tangerang, Banten.
Dia tergiur bekerja di pabrik tersebut, saat dia tengah menganggur (tidak bekerja). Saat itu dia tengah mencari pekerjaan, tanpa disengaja bertemu dengan seseorang, yang diketahui bernama Asep, Warga Kota Banjar. Dari pertemuan itulah awal cerita yang akhirnya dia bisa menjadi korban perbudakan di Pabrik Kuali Tanggerang Banten.
â Saya mulai bekerja di pabrik kuali milik Pak Yuki itu sekitar bulan Juni 2009. Dari pertemuan dengan seorang warga Banjar itulah saya berangkat ke Tanggerang,â ujarnya kepada HR, saat ditemui dirumahnya, Sabtu (11/5).
Sebelumnya, kata Dede, Asep warga Banjar, sang calo tenaga kerja itu, memberikan iming-iming menjanjikan apabila dirinya bersedia bekerja di Pabrik Kuali Tanggerang.â Orang Banjar itu (Asep), saya juga lupa namanya, saat mengajak kerja di pabrik kuali menjanjikan saya akan digaji setiap bulannya sebesar Rp 500 ribu, makan tiga kali dan dikasih rokok satu bungkus per harinya,â ujarnya mengisahkan.
Karena saat itu dia tengah membutuhkan pekerjaan, akhirnya tawaran itu diterimanya dan tanpa berpikir panjang langsung memutuskan berangkat ke Tanggerang.
â Ketika saya dijemput kendaraan travel yang disediakan oleh pabrik tersebut, ternyata ada 10 orang dari desa tetangga yang juga ikut bekerja di pabrik kuali tersebut. Seingat saya waktu itu yang menjemput kami ke sini namanya Pak Totong yang disuruh menjemput oleh Pak Yuki,â terangnya.
Namun, sesudahnya dia dan teman-temannya bekerja di pabrik kuali tersebut, ungkap Dede, bukannya mendapatkan apa yang dijanjikan oleh sang calo, tetapi mereka mendapat siksaan dari sang majikan. Pemberlakukan jam kerja di Pabrik Kuali itu pun sudah di luar batas kewajaran. Pasalnya, seluruh pekerja di pabrik pembuatan katel alumunium itu harus bekerja selama 19 jam per hari.
â Kami mulai bekerja dari jam 3 subuh (dini hari) sampai jam 9 malam. Selama 19 jam tenaga kami dikuras untuk membuat katel alumunium. Meski tenaga kami terus dikuras, tetapi kami diberi makan seadanya sebanyak 3 kali sehari,â ungkapnya.
Yang paling biadab, kata Dede, selama bekerja di pabrik kuali itu majikannya memberlakukan aturan biadab, yakni melarang seluruh karyawannya melakukan ibadah sholat. â Kalaupun kami bisa melaksanakan ibadah sholat dengan cara mencuri-curi waktu. Tetapi, jika ketahuan diantara kami melakukan sholat, maka kami langsung disiksa oleh pemilik pabrik (Yuki),â cerita Dede.
Sekitar pertengahan bulan September 2009, kedua kaki Dede mengalami luka bakar. Peristiwa apes itu terjadi ketika dia tengah bekerja membakar bahan alumunium, tanpa tidak disengaja kakinya terperosok ke dalam tangku yang terdapat bara api. Setelah mendapat musibah itu, dia pun dilarikan ke Rumah Sakit Sari Asih Tanggerang dan dirawat selama 7 hari.
âPadahal menurut dokter saya harus dirawat selama kurang lebihnya 3-4 bulan. Namun waktu itu saya tetap dibawa pulang ke pabrik oleh para preman-preman suruhan Yuki yang terus menjaga saya selama di rawat di rumah sakit,â ungkapnya.
Dede pun menyebutkan, saat dia masuk dan dirawat di rumah sakit, pemilik pabrik kuali Yuki Irawan memerintahkan kepada preman-premannya, harus terus mengawasi dan menjaga dirinya selama di rumah sakit. Bahkan, dia dilarang memberitahukan nama aslinya ke pihak rumah sakit.
â Waktu saya masuk rumah sakit Sari Asih Tanggerang, nama saya diganti sama preman-preman suruhan Yuki. Nama saya diganti menjadi Andri (nama palsu). Selama dirawat di rumah sakit, saya dijaga oleh preman-preman itu agar tidak bisa melarikan diri ataupun memberitahukan perbuatan Yuki ke orang lain,â bebernya.
Karena sudah tidak kuat dengan perlakuan pemilik pabrik yang sering melakukan kekerasan seperti menampar bahkan menyekap dan menyiksa, akhirnya Dede mencari cara untuk bisa kabur dari pabrik tersebut. Ketika ada kesempatan untuk kabur, dia pun langsung menyusun strategi agar bisa keluar dari pabrik ânerakaâ tersebut.
âSaat mandor pabrik ke toilet, kebetulan saya bertemu dengan suster yang bekerja di rumah Yuki. Dalam kesempatan emas itu saya pinjam handphone si suster. Kemudian saya SMS (pesan pendek) orang tua di kampung dan menceritakan bahwa saya sering disiksa oleh majikan,â ujarnya. Dalam pesan SMS itu pun dia meminta Bapak-nya untuk segera menjemputnya ke Tanggerang.
Namun apes, harapan Dede untuk melarikan diri ataupun keluar dari pabrik tersebut gagal. Pasalnya, Yuki lebih dulu membawa Dede ke pabrik dan kemudian menyekapnya bersama korban lainnya yang berasal dari wilayah Garut dan Jawa Tengah. â Sepulangnya dari rumah sakit, saya disekap dan disiksa oleh Yuki di sebuah gudang. Waktu itu ada sekitar 30 orang yang berasal dari Garut dan Jawa Tengah,â ujarnya.
Menurut Dede, selama dalam penyekapan, ada salah seorang pekerja asal Jawa Tengah yang nekad kabur, namun gagal. Akhirnya temannya itu disiksa oleh Yuki dari jam 9 malam sampai jam 12 malam.
âKarena tidak tega melihatnya, saya pun berniat menghalangi perbuatan Yuki. Tapi malah saya ikut disiksa oleh Yuki. Selain itu, selama di tempat penyekapan, saya diperlakukan kejam, makan juga sama garam, paling tinggi sama tahu tempe,â tuturnya.
Namun akhirnya penderitaannya berakhir, ketika sehari menjelang Hari Raya Idul Fitri, tepatnya tanggal 29 September 2009, dia bersama rekan-rekan lainnya diantar pulang ke kampung halamannya dengan menggunakan travel.
â Saat mau pulang, saya dikasih uang sama Yuki sebesar Rp 500 ribu. Sewaktu pulang luka bakar di kaki masih belum kering dan masih mengeluarkan darah. Karena selama 2 bulan berada di penyekapan, sama sekali tidak mendapat perawatan medis, â katanya.
Saat disinggung kenapa Dede dan keluarga pada waktu itu tidak melaporkan perbuatan Yuki Irawan ke pihak kepolisian, Dede mengaku takut dengan Yuki dan preman-premannya. â Memang dulu saya tidak berani bicara ataupun melapor ke polisi. Kenapa sekarang saya berani bicara? Karena sudah melihat dari siaran televisi bahwa praktek perbudakan di pabrik Yuki sudah terbongkar polisi,â katanya.
Menurut Dede, ada satu hal yang membuatnya takut dan memperhitungkan Yuki. Pada saat dia tengah disiksa, Yuki pernah bicara dan membentak bahwa dirinya (Yuki) tidak takut dengan siapapun. â Saya tidak takut dengan orang indonesia, mau itu Polisi, TNI atau siapapun. Saya hanya takut sama Presiden SBY,â pungkas Dede sambil menirukan perkataan Yuki. ***