Mereka Bekerja di Pabrik Kuali, Dibawa Calo Tenaga Kerja Asal Banjar
Banjarsari,(harapanrakyat.com),-Nasib malang menimpa 15 pemuda asal Desa Sukasari dan Desa Sindangsari, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Ciamis. Mereka ternyata pernah menjadi korban perbudakan di pabrik kuali milik Yuki (tersangka kasus perbudakan) di Kampung Bayur Ropak, Desa Lebakwangi, Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang, Banten.
Lewat jasa seorang calo tenaga kerja yang bernama Asep, warga Kota Banjar, akhirnya ke 15 warga Banjarsari itu pada tahun 2009 berangkat ke Tanggerang untuk mengadu nasib bekerja di pabrik kuali. Namun, nasib baik tidak berpihak kepada mereka. Pasalnya, selama bekerja di sana, mereka kerap mendapat perlakukan kasar, bahkan disiksa secara fisik dan mendapat intimidasi dari sang majikan.
Pengalaman pahit 15 pemuda asal Banjarsari ini memang terjadi sekitar 4 tahun silam. Meskipun mereka mendapat perlakukan keji layaknya seorang romusa ketika zaman penjajahan, namun tak ada satupun diantara mereka yang berani melapor ke pihak kepolisian. Alasan mereka satu, yakni takut!.
Namun, setelah berita perbudakan di Pabrik Kuali Tanggerang ini diusut polisi dan kini ramai diberitakan di sejumlah media nasional, akhirnya 3 orang dari 15 korban asal Banjarsari ini, yakni Dede Ardi Krisnawan (21) pemuda asal Dusun Sindanglaya RT 07/05 Desa Sindangsari, Diki (21) warga Dusun Cikokol RT 04/RW 02 Desa Sukasari, Randi Maryana (23) warga Dusun Cikokol RT 01/RW 02 Desa Sukasari Kecamatan Banjarsari. mendadak berani malaporkan kekejian mantan majikannya ke Polsek Banjarsari, Senin (13/5).
Kapolsek Banjarsari, Kompol Ucu Karyono, membenarkan adanya 3 orang warga Banjarsari yang melaporkan dan mengaku sebagai korban perbudakan di Pabrik Kuali Tanggerang Banten. Dia mengatakan, pihaknya akan melindungi dan akan memproses pengaduan tersebut.
â Laporan korban sudah kami terima. Dan setelah adanya laporan ini, kita akan segera mintai keterangan dari tiga korban tersebut, â katanya, ketika dihubungi HR, di kantornya, Senin (13/5).
Ucu menambahkan, berdasarkan pengaduan dari korban, ada 15 orang warga Banjarsari yang pernah bekerja di Pabrik Kuali tersebut. âNamun sisanya belum ikut melapor. Namun begitu, kita akan memanggil korban lainnya untuk dimintai keterangannya,â imbuhnya.
Ucu juga menjelaskan, pihaknya hanya menampung laporan dari pengaduan korban. Untuk proses penyidikan dan lainnya, nantinya akan dilakukan oleh Polres Tanggerang Banten. â Kasus ini kan TKP- nya di wilayah hukum Polres Tanggerang. Jadi mekanismenya begini, seluruh pengaduan kita tampung dulu dari korban. Setelah itu akan kita laporkan ke Polres Ciamis. Kemudian dari Polres Ciamis akan dilimpahkan ke Polres Tanggerang Banten sebagai daerah TKP terjadinya kasus ini,â terangnya.
Sementara itu, salah seorang korban perbudakan asal Banjarsari, Dede Ardi Krisnawan, menuturkan, awal cerita dirinya dan 14 warga Banjarsari lainnya bisa bekerja di Pabrik Kuali Tanggerang setelah ditawari oleh seorang calo tenaga kerja bernama Asep, warga Kota Banjar.
Pada waktu itu, lanjut Dede, Asep yang mengaku sebagai orang kepercayaan Yuki, pemilik Pabrik Kuali Tanggerang, tengah mencari tenang kerja untuk diperkerjaan di pabrik tersebut. Tawaran dan iming-iming Asep pun sangat menggiurkan.
Kata Dede, pada waktu itu Asep menjanjikan apabila bekerja di Pabrik Kuali milik Yuki akan mendapat gaji perbulan sebesar Rp. 500 ribu plus dikasih makan 3 kali sehari dan rokok satu bungkus. Mendengar iming-iming Asep, dia pun langsung tergiur dan memutuskan untuk berangkat mengadu nasib bekerja di Tanggerang.
âTetapi, ketika saya sudah bekerja di Pabrik Kuali itu, perkataan dan iming-iming Asep ternyata tidak terbukti. Saya hanya dikasih makan dan itupun makanannya tidak layak. Saya pun bersama teman-teman sering mendapat perlakukan kasar, disiksa, disekap dan diperlakukan sangat tidak manusiawi,â ungkapnya.
Dede juga menceritakan, selain kerap mendapat siksaan fisik dari majikan dan mandornya, pemberlakukan jam kerja di Pabrik Kuali itu pun sudah diluar batas kewajaran. Pasalnya, seluruh pekerja di pabrik pembuatan katel alumunium itu harus bekerja selama 19 jam per hari.
â Kami mulai bekerja dari jam 3 subuh (dini hari) sampai jam 9 malam. Selama 19 jam tenaga kami dikuras untuk membuat katel alumunium. Meski tenaga kami terus dikuras, tetapi kami diberi makan seadanya sebanyak 3 kali sehari,â ungkapnya.
Yang paling biadab, kata Dede, selama bekerja di pabrik kuali itu majikannya memberlakukan aturan biadab, yakni melarang seluruh karyawannya melakukan ibadah sholat. â Kalaupun kami bisa melaksanakan ibadah sholat dengan cara mencuri-curi waktu. Tetapi, jika ketahuan diantara kami melakukan sholat, maka kami langsung disiksa oleh pemilik pabrik (Yuki),â cerita Dede.
Lebih jauh Dede menceritakan, sekitar pertengahan bulan September 2009, kedua kakinya mengalami luka bakar. Peristiwa apes itu terjadi ketika dia tengah bekerja membakar bahan alumunium, tanpa tidak disengaja kakinya terperosok ke dalam tangku yang terdapat bara api. Setelah mendapat musibah itu, dia pun dilarikan ke Rumah Sakit Sari Asih Tanggerang dan dirawat selama 7 hari.
âSaharusnya saya dirawat 4 bulan di rumah sakit. Karena majikan Yuki memang tidak memiliki rasa kemanusiaan, saya pun dipaksa harus pulang dari rumah sakit. Dan saya langsung dibawa lagi ke rumah Yuki. Sesampainya di sana saya langsung disekap di sebuah gudang. Di dalam gudang itu ternyata ada korban lainnya. Kalau tidak salah ada kurang lebih sekitar 30 orang bersama saya di gudang itu,â ungkap Dede.
Dede menambahkan, selama dua bulan dirinya disekap di dalam gudang oleh majikannya. Namun akhirnya penderitaannya berakhir, ketika sehari menjelang Hari Raya Idul Fitri, tepatnya tanggal 29 September 2009, dia bersama rekan-rekan lainnya diantar pulang ke kampung halamannya dengan menggunakan travel.
â Saat mau pulang, saya dikasih uang sama Yuki sebesar Rp 500 ribu. Sewaktu pulang luka bakar di kaki masih belum kering dan masih mengeluarkan darah. Karena selama 2 bulan berada di penyekapan, sama sekali tidak mendapat perawatan medis, â katanya.
Hal senada dikatakan korban lainnya, Randi Maryana (23) dan Diki (21) yang juga warga Desa Sukasari Kecamatan Banjarsari. Diki mengatakan, keduanya sering mendapat perlakuan kasar dan siksaan sewaktu bekerja di pabrik kuali.
â Kalau kami berdua mulai bekerja dari jam 6 sore sampai jam 8 pagi. Di saat jam kerja kami sering dipukul dan di tampar. Bahkan ketika saya mau sholat, Yuki langsung memukul dan menampar saya. Akibat perbuatan keji Yuki yang sering memukul, saya mengalami luka dibagian kaki dan pantat, sampai sempat keluar darah dan juga nanah,â terang Diki.
Menurut Diki, selama bekerja, dia bersama rekannya hanya menggunakan celana dalam (CD). Karena saking panasnya yang bersumber dari tangku pembakaran alumunium. Dia bekerja di pabrik kuali hanya bertahan selama 3 bulan. â Jam istirahat dan makan hanya dikasih waktu sekitar 10 menit. Bahkan suatu ketika saya pernah dipukul saat makan baru dua suap, kemudian saya disuruh bekerja lagi dan di tampar juga,â akunya.
Dalam satu harinya, terang Diki, pekerja ditarget harus bisa memproduksi katel (kuali) sebanyak 45-50 batang bahan kuali.â Sebelum pulang, saya sempat tidak masuk bekerja selama 1 minggu. Dan yang lebih heran lagi, kami sering bertemu dengan aparat polisi di rumah Yuki,â ujarnya.
âBahkan oknum polisi itu pernah bilang sama saya, bahwa buruh pabrik tidak akan bisa melarikan diri atau kabur, karena pabrik dijaga oleh dia (polisi) dan juga aparat TNI, â ujar Diki menirukan ucapan sang polisi.
Randi menambahkan, apaabila ada buruh yang kedapatan kabur dan bisa dicegah, pasti akan mendapat siksaan dan pukulan dari sang majikan. â Pernah ada buruh yang kabur. Karena bisa kabur, Yuki menyiksa buruh lainnya karena dianggap kerjasama dan tidak ikut mencegahnya,â pungkas Randi. (Ntang)