Sebagai wujud kepedulian terhadap bidang keagamaaan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat terus melakukan terobosan melalui sejumlah kebijakan dalam peningkatan eksistensi pendidikan pondok pesantren dan madrasah diniyah di seluruh daerah di Jawa Barat.
Hal itu dibuktikan pada saat Gubernur Jabar, H. Ahmad Heryawan, berkunjung ke Mesjid Jami Kecamatan Panumbangan Kab. Ciamis, beberapa waktu lalu. Pada acara kunjungan tersebut, Gubernur memberikan bantuan dana secara simbolis untuk Guru Madrasah Diniyah se Jawa Barat.
Tidak sampai disitu, saat Gubernur memberikan ceramah pada acara silaturahim Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) Kab. Ciamis, di Gedung Islamic Center Ciamis, belum lama ini, juga berjanji akan memberikan bantuan untuk penuntasan pembangunan Gedung Asrama Haji yang masih berada di areal Islamic Center Ciamis tersebut.
Orang nomor 1 di Jawa Barat yang akrab disapa Kang Aher ini mengungkapkan, pihaknya akan memberikan bantuan sebesar Rp. 5 milyar untuk penuntasan pembangunan Asrama Haji Ciamis, yang akan diupayakan masuk pada anggaran perubahan Pemprov Jabar tahun 2012 ini.
Setelah mendengar pernyataan yang disampaikan Gubernur tersebut, ribuan santri yang memadati acara tersebut kontan bertepuk tangan tanda mengapresiasi kepedulian Gubernur terhadap kepentingan sarana ibadah umat Islam di Jawa Barat, khususnya di Ciamis.
Bahkan, Sekretaris Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) Kabupaten Ciamis, KH. DR. Fadil Yani Ainussyamsi, menyatakan bahwa Provinsi Jawa Barat bersyukur punya gubernur yang peduli pada pendidikan dan pesantren.
“Untuk itu mari kita berdoa agar beliau terus memimpin dan diberikan kesehatan,” ujar Fadil di depan 5.000-an santri dan 700-an ulama.
Menanggapi hal itu, Heryawan berharap agar harapan ulama Ciamis bisa terwujud, demi kemashlahatan ummat.
“Terimakasih atas dukungannya, mudah-mudahan Jabar semakin maju,” ujarnya
Mengenai pembangunan pendidikan pesantren, Heryawan menegaskan, hal itu bagian dari komitmennya untuk meningkatkan kesejahteraan yang dimulai dari perbaikan kualitas sumberdaya manusia (SDM).
Menurut Heryawan, Jawa Barat adalah satu-satu provinsi yang melakukan sensus pondok pesantren. Semula data dari Kantor Kementerian Agama ada 6.000 pesantren di Jabar.
“Tapi setelah disensus ternyata ada 12.494 pesantren,” rinci Heryawan. Dengan sensus itu juga berbagai masalah terkait pembangunan pesantren terpetakan. Sehingga memudahkan dalam pembangunan pendidikan pesantren.
Seusai acara silaturahmi dengan Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) Kab. Ciamis, Heryawan menyempatkan diri berkunjung ke kantor Perwakilan PWI Ciamis-Banjar. Kebetulan letak bangunan kantor PWI bersebrangan dengan Gedung Islamic Center Ciamis.
Kunjungan sekitar setengah jam itu, dimanfaatkan oleh Heryawan untuk berbincang-bincang santai dengan sejumlah awak media Ciamis. Perbincangan pun mengalir, mulai dari isu terorisme yang kini tengah menghangat, sampai berbincang soal masalah kemarau panjang yang berdampak terhadap kekeringan yang melanda areal pertanian di Jawa Barat.
Namun, pertanyaan soal isu terorisme yang deras keluar dari mulut sejumlah awak media Ciamis. Saat itu, muncul pertanyaan dari wartawan soal wacana kontroversi mengenai sertifikasi ulama dan pesantren yang kontan mendapat reaksi penolakan dari sejumlah tokoh dan organisasi massa Islam di Indonesia.
Ketika menjawab pertanyaan tersebut, Heryawan pun dengan tegas menolak gagasan tersebut. Dia mengatakan munculnya wacana harus dilakukannya sertifikasi terhadap pondok pesantren dan ulama guna menekan aksi terorisme di Indonesia merupakan bentuk pelecehan terhadap ulama, termasuk terhadap umat Islam sendiri.
Menurutnya, tidak perlu dilakukan sertifikasi, karena gelar ulama merupakan pengakuan dari masyarakat, bukan dari pemerintah.
“Saya orang yang tidak setuju terhadap usulan itu. Lagi pula kenapa pesantren harus dicap terus sebagai sarang teroris? Kalau pun ada salah satu ustad atau ulama dari jebolan pesantren tertentu terlibat terorisme, itu kan hanya segelintir saja. Jadi, tidak perlu digeneralisir seperti itu,” ujarnya.
Heryawan mengungkapkan, untuk menekan aksi terorisme di Indonesia tidak perlu dengan dilakukannya sertifikasi, tetapi cukup dengan melakukan koreksi dan pembinaan terhadap beberapa pesantren yang diduga ada mantan santrinya yang terlibat aksi terorisme.
“Mohon hal ini harus diluruskan oleh semua bahwa jangan mengkaitkan lagi antara terorisme dengan pesantren. Karena apa yang diajarkan di pesantren, tidak ada satupun yang mengajarkan soal kekerasan,” ujarnya.
Menurut Heryawan, selama dia belajar di pesantren, ketika masih sekolah, tidak pernah mendengar ada ulama atau guru ngajinya mengajarkan soal radikalisme, justru yang ada malah mengajarkan kedamaian dan kerukunan.
“Saya juga kan jebolan pesantren, tidak pernah dulu saya waktu mesantren diajarkan soal kekerasan atau radikalisme oleh ulama. Jadi, stigma itu harus segera diluruskan, bahwa pesantren tidak mengajarkan terorisme dan radikalisme,” katanya.
Komitmen Lestarikan Budaya Sunda
Selain menyentuh kepentingan keagamaan, Pemprov Jabar melalui Dinas Parawisata dan Kebudayaan pun melakukan terobosan serupa. Terobosan itu melalui program “Gubernur Saba Lembur” yang digelar road show ke sejumlah daerah di Jawa Barat.
Program “Gubernur Saba Lembur” ini adalah bentuk media komunikasi Pemprov Jabar kepada warga Jabar melalui pentas wayang golek.
Selain itu, pagelaran itu pun sebagai upaya melestarikan kesenian dan budaya Sunda. Karena, wayang golek sudah sangat dikenal oleh masyarakat Jawa Barat dan mampu bertahan lama walau perkembangan teknologi semakin pesat.
Saat digelar di depan areal Stadion Patroman Kota Banjar, Sabtu (15/9) lalu, pagelaran wayang yang langsung dihadiri Gubernur Jabar, H. Ahmad Heryawan ini, mampu menyedot animo masyarakat setempat.
Heryawan saat memberikan sambutan tidak seperti biasanya. Kali ini dia menyapa hadirin dengan gaya santai dan sesekali berdialog dengan kojo golek, yakni si Cepot.
Selama berdialog dengan si Cepot, Gubernur Jabar yang akrab disapa Kang Aher ini, mengungkapkan mengenai perkembangan kinerja dan prestasi Pemprov Jabar selama masa kepemimpinannya hingga sekarang.
Heryawan mengatakan, Provinsi Jabar telah meraih penghargaan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam hal laporan pengelolaan keuangan tahun 2011 dari Pemerintah Pusat. Penghargaa itu diserahkan oleh Wakil Presiden RI beberapa waktu lalu di Jakarta.
“WTP adalah predikat paling tinggi. Peraih WTP se-Jawa Barat itu ada tiga, yaitu Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Kota Banjar dan Depok. Bahkan, Kota Banjar ini sudah dua kali mendapatkan penghargaan WTP, dan tahun sekarang merupakan yang kedua kalinya,” ujarnya.
Menurutnya, hal itu bukti bahwa Walikota Banjar jujur dalam mengelola keuangan daerahnya, karena satu-satunya pemerintah kota di Jawa Barat yang mendapatkan dua kali predikat WTP adalah Kota Banjar. Dan ini patut ditiru pula oleh kabupaten/kota lain. Keberhasilan ini pun tentunya jadi kebanggaan bagi Pemprov Jabar, serta masyarakat Banjar sendiri.
Selain itu, kata Heryawan, dalam kurun waktu empat tahun periode pemerintahannya, Pemprov Jabar telah meraih 70 penghargaan dari Pemerintah Pusat. Diantaranya pada bidang pertanian meraih Agro Inovasi tahun 2009.
Kemudian, untuk bidang pendidikan pemprov sudah menambah ruang kelas baru (RKB) sebanyak 6.000 ruang kelas setiap tahunnya. Dan prestasi yang paling baru diraih Pemprov Jabar yakni penghargaan WTP dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pusat.
Dialog yang ringan dan mengalir menjadi mudah dipahami, sehingga masyarakat terlihat begitu antusias. Sosialisasi pun terasa renyah serta menghibur.
Sementara itu, saat pagelaran wayang “Gubernur Saba Lembur” di Kecamatan Kawali Kab. Ciamis, Heryawan mengungkapkan komitmennya terhadap pelestarian seni budaya sunda.
Heryawan mengungkapkan agama Islam tidak melarang kegiatan seni budaya. Apalagi dengan pergelaran wayang golek yang merupakan kesenian sarana penyebaran agama Islam.
“Agama (Islam) menjadikan kesenian selain sebagai sarana untuk menyebarluaskan ajaran ataupun faham agama. Bahkan kesenian wayang golek yang berakar dari tradisi dan budaya daerah, sejak dulu oleh para wali sudah dijadikan sebagai sarana menyebarkan agama Islam, jadi tidak benar kalau saya sebagai gubernur maupun pribadi mengeluarkan larangan atau tidak setuju dengan kesenian,” ujarnya saat melakukan dialognya dengan Si Cepot di atas panggung di hadapan masyarakat Kecamatan Kawali, Kab. Ciamis.
Lebih lanjut kepada Si Cepot dan warga Kec. Kawali, Ahmad Heryawan mengatakan bahwa salah satu bukti bahwa dirinya mendukung pelestarian seni budaya tradisi adalah dengan menggelar Wayang Saba Lembur.
“Selain itu di Ciamis akan kita bangun gedung kesenian, sayang potensi kesenian dan senimannya banyak tapi gedung kesenian untuk menampilkan potensi tersebut tidak ada,” ujar Ahmad Heryawan yang disambut tepuk tangan tamu undangan dan penonton. (adv)